Pertumbuhan Ekonomi Anjlok: Ekonomi Global Menjadi Kambing Hitam

Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 hanya 4,71 persen saja, sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi yang dirasakan banyak pihak sejak awal tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 ini turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sempat bertumbuh 5,14 persen.

Menanggapi pertumbuhan ekonomi yang cukup rendah ini, banyak pejabat negara sibuk mencari kambing hitam penyebab turunnya kinerja ekonomi tersebut. Yang dimaksud dengan “mencari kambing hitam” adalah identik dengan tidak mau disalahkan atau tidak juga mau mengaku salah.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penurunan kinerja ekonomi triwulan I tahun ini terjadi karena berkurangnya daya beli masyarakat akibat pelemahan ekonomi global. Jusuf Kalla juga menegaskan penurunan kinerja perusahaan nasional disebabkan masalah yang bersifat universal, di mana tidak ada satupun negara yang sanggup mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang ekstra tinggi.

Di sini terlihat sekali kontradiksi pernyataan para pejabat setelah melihat realitas bahwa ekonomi nasional hanya bertumbuh 4,71 persen, jauh di bawah target pertumbuhan ekonomi tahun 2015 yang dipatok 5,7 persen.

Pertama, permasalahan ekonomi global yang dikatakan masih lemah itu sudah berjalan sekian tahun, dan sudah dapat diprediksi sebelumnya. Sebagai contoh, Tiongkok sudah menurunkan target pertumbuhan ekonomi-nya untuk tahun 2015 menjadi 7,0 persen, turun dari realisasi pertumbuhan tahun 2014 sebesar 7,4 persen. Namun demikian, mengapa Indonesia masih menargetkan pertumbuhan 5,7 persen (sebelumnya di dalam RAPBN 2015 bahkan sempat tercantum 5,8 persen) padahal kita semua sudah tahu bahwa ekonomi global masih tidak menentu dan cenderung melemah, dan realisasi pertumbuhan ekonomi 2014 hanya 5,01 persen? Setelah target sulit tercapai maka ramai-ramai kita mencari kambing hitam, yaitu perekonomian global yang masih lemah yang menjadi penyebab menurunnya kinerja ekonomi nasional.

Kedua, kalau dikatakan bahwa kita tidak dapat berbuat apa-apa, alias pasrah, terhadap kondisi perekonomian global yang sedang melemah, pendapat ini sepenuhnya tidak dapat dipertanggung jawabkan. Menurut saya, pelemahan kinerja perekonomian nasional saat ini tidak hanya disebabkan oleh perekonomian global, tetapi juga dikarenakan kebijakan ekonomi yang salah arah. Seyogyanya, apabila pemerintah sudah tahu bahwa perekonomian global akan melemah (dalam hal ini, ekspor akan turun) maka pemerintah seharusnya memberi stimulus ekonomi untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dalam negeri (dalam hal ini, konsumsi masyarakat ditingkatkan) agar target pertumbuhan ekonomi yang dipatok relatif cukup tinggi tersebut dapat dicapai. Tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Kebijakan pemerintah yang menghapus subsidi BBM adalah bukan memberi stimulus ekonomi, tetapi de-stimulus ekonomi yang memberi dampak (baik secara langsung maupun tidak langsung) terhadap pengurangan daya beli masyarakat. Dampak langsung penghapusan subsidi BBM adalah mengurangi secara langsung consumable income (= daya beli) masyarakat hingga ratusan triliun rupiah. Dampak tidak langsung adalah melalui inflasi yang meningkat, yang tentu saja juga mengurangi daya beli masyarakat.


Ketiga, dikatakan bahwa tidak ada negara yang sanggup mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di tengah-tengah menurunnya kinerja ekonomi global dewasa ini juga tidak benar. Vietnam menarget pertumbuhan ekonomi 6,2 persen untuk tahun 2015. Realisasi pertumbuhan triwulan I hingga triwulan IV tahun 2014 masing-masing 5,06 persen, 5,34 persen, 6,07 persen dan 6,96 persen. Pertumbuhan ekonomi Vietnam per triwulan-an memang cenderung meningkat. Lihat Grafik di bawah ini.


Realisasi pertumbuhan ekonomi Vietnam pada triwulan I 2015 ternyata 6,03 persen, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I tahun 2014 yang sebesar 5,06 persen. Artinya, kebijakan ekonomi yang tepat masih dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional di tengah-tengah pelambatan ekonomi global.

Semoga, untuk triwulan-triwulan selanjutnya pemerintah dapat belajar dari pengalaman ini, dan dapat mengambil kebijakan ekonomi yang tepat untuk meningkatkan kinerja ekonomi nasional tahun 2015.

Semoga saja pemerintah tidak menyerah dengan mudah, dan tidak menyerahkan nasib ekonomi nasional, pada kondisi perekonomian global yang masih lemah.

--- 000 ---

Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial