Posts

Showing posts from September, 2013

MP3EI, Layu Sebelum Berkembang

MP3EI, yang mempunyai kepanjangan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Eonomi Indonesia , adalah strategi pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu II untuk jangka menengah panjang, yaitu untuk periode 2011 sampai 2025. Semangat MP3EI 2011 - 2025 dapat dikatakan sangat luar biasa karena masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu II hanya lima tahun saja (2009-2014), sedangkan MP3EI diharapkan dapat "hidup" dan diimplementasikan sampai tahun 2025. Apabila pemerintah terpilih selanjutnya bukan dari Partai Demokrat, apakah pemerintah terpilih juga harus mengikuti strategi pembangunan ekonomi seperti tertuang di dalam MP3EI? Banyak yang bertanya-tanya, apa yang dimaksud dengan MP3EI? Apakah benar MP3EI dapat mengangkat Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 12 besar dunia pada tahun 2025 (dengan pendapatan per kapita sebesar 13.000 - 16.100 dolar AS) dan 8 besar dunia pada tahun 2045? Sekilas, kita harus akui MP3EI merupakan dokumen hasil karya intele

Stop Penaikan BI Rate!

Image
Suku bunga acuan Bank Indonesia yang juga disebut BI rate naik sebanyak empat kali dengan total kenaikan sebesar 150 basis points (atau 1,5%), dari 5,75% menjai 7,25%, hanya dalam kurun waktu 3 bulan saja. Menurut para pejabat Bank Indonesia, penaikan BI rate dilakukan untuk memerangi inflasi serta meredam pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. Bank Indonesia menaikkan BI rate pada tanggal: 13 Juni 2013 sebesar 0,25%, menjadi 6% (dari 5,75%); 11 Juli 2013 sebesar 0,5% , menjadi 6,5%; 29 Agustus 2013 sebesar 0,5%, menjadi 7%; dan 12 September 2013 sebesar 0,25% menjadi 7,25%. Meskipun BI rate sudah naik sebanyak empat kali menjadi 7,25%, pelemahan kurs rupiah masih tidak tertahankan, yang mana mencerminkan kebijakan ini tidak efektif untuk menahan anjloknya kurs rupiah. Perkembangan kurs rupiah seputar tanggal kenaikan BI rate juga mendukung pendapat di atas. Kurs rupiah pada tanggal 13 Juni 2013 tercatat sebesar Rp 9.887 per dolar AS, dan tidak berubah secara berarti m

Sistem Ekonomi Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa – Hanya Sebuah Ilusi?

Image
Catatan penulis: tulisan ini pernah dipublikasi beberapa tahun yang lalu. Pengantar Kita semua bertanya-tanya dan tidak habis mengerti mengapa bangsa Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang cukup besar tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, terbelakang dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Singapore, dan bahkan terj e rumus ke dalam jurang kemiskinan dengan jumlah persentase penduduk miskin (dengan pendapatan di bawah $ 2 (PPP) per hari, tertinggi di antara negara-negara  ASEAN- 7 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand dan Vietnam). Menurut data World Bank, rasio penduduk miskin Indonesia terhadap jumlah penduduk pada tahun 2010 dengan pendapatan per hari kurang dari 2 dolar AS PPP harga internasional 2005 adalah  43.8% ), lebih tinggi dari Vietnam. Kemiskinan mengakibatkan banyak saudara-saudara kita bekerja di negara-negara tetangga sebagai pembantu rumah tangga, buruh perkebunan, buruh bangunan dan

Benarkah Krisis Masih Jauh?

Kemunduran ekonomi Indonesia setahun belakangan ini memicu perdebatan apakah Indonesia akan memasuki tahapan krisis ekonomi. Sejak May 2013 hingga kini nilai rupiah sudah turun lebih dari 15 persen. Kinerja rupiah selama tahun ini adalah yang terburuk di Asia, lebih buruk dari rupee India. Namun demikian, banyak pejabat kita berpendapat bahwa ekonomi Indonesia saat ini masih sangat kuat dan jauh dari kondisi krisis. Apalagi kalau dibandingkan dengan tahun 1997/1998, kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dan tidak terbandingkan. Mereka berargumen, jumlah cadangan devisa kita saat ini adalah sebesar 93 miliar dolar AS, jauh lebih besar dari cadangan devisa kita pada akhir tahun 1997 yang hanya sekitar 21 miliar dolar AS saja. Jadi, kondisi kita aman-aman saja, ujar mereka. Pernyataan di atas mencerminkan pandangan yang kerdil dan dapat menyesatkan. Pertama, cadangan devisa sebesar 93 miliar dolar AS per akhir Augustus 2013 secara relatif belum tentu jauh lebih b

Siapa Bilang Ekonomi Indonesia Tidak Tergantung Kebijakan Asing?

Sekali Lagi, Penaikan BI Rate Tidak Efektif Reaksi pasar di dunia, termasuk Indonesia, terhadap kebijakan moneter AS yang menunda tapering (pelambatan QE) sangat luar biasa. Indeks saham IHSG melonjak 4,65 persen (Kamis, 19 September 2013), dan rupiah menguat hampir 5 persen. Sepanjang Kamis, rupiah sempat diperdagangkan pada rentang Rp 10.694 - Rp 11.325 per dolar AS. Respons seperti di atas tidak terlihat ketika Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga acuannya yang disebut juga dengan BI rate hingga 4 kali dalam periode 4 bulan dengan total kenaikan sebesar 1,5 persen menjadi 7,25 persen. Dari respons terhadap kebijakan-kebijakan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan secara jelas bahwa fluktuasi rupiah dan indeks saham IHSG dewasa ini tergantung dari kebijakan Bank Sentral AS, bukan dari kebijakan Bank Indonesia terutama yang terkait dengan penaikan BI rate. Oleh karena itu, juga dapat disimpulkan, menaikkan BI rate menjadi 7,25 persen tidak efektif untuk meredam penur

No Tapering, We are Saved at the Moment

The FED secara mengejutkan memutuskan untuk belum mengurangi pembelian obligasi - no tapering . Oleh karena itu, untuk sementara ini kita tidak perlu khawatir kurs rupiah turun. Setidak-tidaknya, kita tidak perlu dikhawatirkan sampai meeting FOMC tanggal 17-18 Desember mendatang. (Meeting FOMC selanjutnya adalah 29-30 Oktober, tetapi tidak ada agenda press conference.) Data ekonomi AS saat ini masih belum menunjukkan kemajuan seperti yang diharapkan. The FED bahkan merevisi tingkat pertumbuhan AS tahun ini dari sebelumnya antara 2,3%-2,6% menjadi 2,0%-2,3%. Oleh karena itu, tapering belum dapat dilakukan sampai The FED yakin pertumbuhan ekonomi AS menunjukkan konsistensi. Hari ini, diperkirakan index bursa di emerging market akan terbang dan rupiah akan menguat. --- 000 ---

Penaikan BI Rate Tidak Dapat Menahan Merosotnya Kurs Rupiah

Penaikan BI Rate menjadi 7 persen pada hari Kamis, 29 Agustus 2013 diharapkan dapat menahan penurunan kurs rupiah. Pada hari itu, kurs rupiah ditutup Rp 10.935 per dolar AS. Setelah BI rate naik, kurs rupiah menurut Bloomberg malah melemah selama tiga hari berturut-turut: Jum'at, 30 Agustus 2013 kurs rupiah ditutup Rp 11.184 per dolar AS, Senin, 2 September 2013 kurs rupiah ditutup Rp 11.371 per dolar AS, dan  hari ini, 3 September 2013 kurs rupiah ditutup Rp 11.445 per dolar AS. Selama tiga hari sejak penaikan BI rate menjadi 7 persen, kurs rupiah turun 4,7 persen. Dari data ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa penaikan BI rate tidak dapat menahan merosotnya kurs rupiah terhadap dolar AS seperti yang diharapkan oleh Bank Indonesia. Tanggal 17 dan 18 September yang akan datang akan merupakan tanggal yang penting bagi kurs rupiah (serta mata uang emerging market lainnya). Apabila Bank Sentral AS jadi mengurangi pembelian obligasi yang dikenal dengan Quantitative Easing  (

Kebijakan The FED Menentukan Nasib Rupiah dan Kinerja Ekonomi Indonesia

Image
Pada 1 Januari 2013, kurs rupiah sudah sebesar Rp 9.795 per dolar AS. Lihat grafik. Sumber: Bloomberg Pada 1 May 2013 ketika Ben Bernanke, Gubernur Bank Sentral AS, pertama kali mengatakan pengurangan bertahap Quantitative Easing (QE) dapat saja dilakukan setiap waktu tergantung dari perkembangan dan kondisi ekonomi AS dan tingkat inflasi, kurs rupiah ketika itu masih Rp 9.724 per dolar AS, bahkan lebih tinggi dari kurs awal tahun 2013. Sumber: Bloomberg Sejak saat itu, isu tapering (pengurangan bertahap) QE berkembang sangat serius karena pertumbuhan perekonomian AS memang cukup mengesankan. Pada 22 May 2013, sebelum pertemuan dengan Congres Ben Bernanke menegaskan kembali kemungkinan isu tapering  dapat dilaksanakan setiap waktu tergantung kondisi ekonomi. Sejak saat itu kurs rupiah (dan kurs mata uang negara-negara yang termasuk dalam emerging market , misalnya rupee India) berguguran. Pada akhir Agustus 2013, empat bulan setelah isu tapering pertama kali mencuat,