Benarkah Krisis Masih Jauh?

Kemunduran ekonomi Indonesia setahun belakangan ini memicu perdebatan apakah Indonesia akan memasuki tahapan krisis ekonomi. Sejak May 2013 hingga kini nilai rupiah sudah turun lebih dari 15 persen. Kinerja rupiah selama tahun ini adalah yang terburuk di Asia, lebih buruk dari rupee India. Namun demikian, banyak pejabat kita berpendapat bahwa ekonomi Indonesia saat ini masih sangat kuat dan jauh dari kondisi krisis. Apalagi kalau dibandingkan dengan tahun 1997/1998, kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dan tidak terbandingkan.

Mereka berargumen, jumlah cadangan devisa kita saat ini adalah sebesar 93 miliar dolar AS, jauh lebih besar dari cadangan devisa kita pada akhir tahun 1997 yang hanya sekitar 21 miliar dolar AS saja. Jadi, kondisi kita aman-aman saja, ujar mereka.

Pernyataan di atas mencerminkan pandangan yang kerdil dan dapat menyesatkan.

Pertama, cadangan devisa sebesar 93 miliar dolar AS per akhir Augustus 2013 secara relatif belum tentu jauh lebih besar dari 21 miliar dolar AS per akhir Desember 1997. Dibandingkan dengan impor, 93 miliar dolar AS saat ini setara dengan sekitar 5,2 bulan impor. Sedangkan 21 miliar dolar AS per akhir tahun 1997 setara dengan 5,3 bulan impor. Jadi, secara relatif, nilai 93 miliar dolar AS saat ini ternyata lebih rendah dibandingkan dengan 21 miliar dolar AS per akhir Desember 1997.

Kedua, 93 miliar dolar AS adalah jumlah yang tidak besar sama sekali. Apabila Bank Indonesia tidak ada pengamanan untuk jual-beli dolar, artinya, apabila spekulasi dapat dilakukan dengan mudah seperti pada tahun 1998, maka 93 miliar dolar AS akan lenyap dalam sekejap apabila diserbu. Bank sebesar BCA saja dapat runtuh dalam hitungan jam dan hari, sewaktu diserbu para nasabahnya yang ingin menarik dana tunai pada tahun 1998. Begitu juga dengan Bank Indonesia, apabila diserbu para spekulan dolar maka 93 miliar dolar AS akan menguap dalam hitungan jam.

Jadi, menurut saya sangat tidak tepat apabila mengatakan ekonomi kita dalam kondisi aman-aman saja. Sebaliknya, data fundamental ekonomi saat ini secara terang benderang menunjukkan ekonomi kita dalam kondisi menurun, dan beberapa indikator ekonomi bahkan menunjukkan lebih buruk dibandingkan dengan 1998. Neraca perdagangan kita saat ini membukukan defisit terus-menerus sejak April 2012. Selama 16 bulan terakhir hingga Juli 2013, neraca perdagangan bulanan hanya 3 kali (bulan) saja mengalami surplus, dan itupun jumlahnya sangat kecil. Defisit neraca perdagangan tahunan pada tahun 2012 bahkan merupakan defisit yang pertama kali lagi sejak tahun 1961. Dan, yang lebih mengkhawatirkan lagi, Neraca Pembayaran Indonesia sudah mengalami defisit selama 7 kwartal berturut-turut sejak kwartal 4 tahun 2011.

Oleh karena itu, kita patut khawatir terhadap kondisi ekonomi kita saat ini.
Oleh karena itu, Bank Indonesia sebaiknya bersiap diri sejak dini menyambut kemungkinan terjadinya guncangan moneter, khususnya menjelang tahun 2014. Apabila Bank Indonesia melakukan salah langkah, bukan tidak mungkin kita akan masuk ke dalam krisis ekonomi lagi, yang tidak lain merupakan krisis tundaan tahun 2008 karena pada waktu itu bank Sentral AS menerapkan kebijakan Quantitative Easing (QE) sampai tiga kali.

--- 000 ---


Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial