Posts

Showing posts from May, 2015

Lagi, Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Meleset, Apa Konsekuensinya?

Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia akhirnya secara resmi menurunkan target pertumbuhan ekonomi 2015 yang sangat optimistis tersebut. Kementerian Keuangan pada awalnya menargetkan pertumbuhan ekonomi 2015 sebesar 5,7 persen. Tetapi, kenyataannya realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2015 hanya 4,71 persen, atau melenceng jauh dari target. Meskipun demikian, Kementerian Keuangan pada awalnya masih sangat optimistis untuk dapat merealisasikan target awal yang sebesar 5,7 persen tersebut. Tetapi, Kementerian Keuangan akhirnya “menyerah” juga, dan secara resmi mengoreksi kebawah target pertumbuhan ekonomi 2015 dari 5,7 persen menjadi 5,4 persen. Apakah ini akan menjadi koreksi yang terakhir kali untuk tahun 2015 ini? Belum tentu. Tergantung realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan II-2015 yang akan dipublikasi pada awal Agustus 2015. Begitu pula dengan Bank Indonesia, kini secara resmi juga melakukan koreksi terhadap perkiraan pertumbuhan ekonomi 2015 dari sebelumnya

Peringkat Utang dan Prospek Ekonomi: Two Different Things

Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P) pada 21 Mei 2015 meningkatkan prospek peringkat utang Indonesia dari “stabil” menjadi “positif”. Peringkat utang Indonesia saat ini menurut S&P adalah ‘BB+’: Considered highest speculative grade by market participants. Banyak pihak menganggap perubahan atau peningkatan status peringkat utang ini menunjukkan keyakinan dunia internasional terhadap prospek ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan status ini diharapkan dapat menarik investor berinvestasi di Indonesia. Di tengah-tengah kondisi ekonomi yang sedang menurun, perubahan peringkat ini cukup mengejutkan. Karena ada persepsi di masyarakat bahwa peningkatan peringkat utang dari suatu negara mengindikasikan ekonomi akan membaik. Banyak pihak kemudian bertanya-tanya, apakah benar ekonomi Indonesia dalam waktu dekat ini akan menjadi lebih baik? Harian Kompas pada 22 Mei 2015 juga menurunkan tulisan di halaman 1 dengan judul “ Ketahanan Perekonomian I

Prakiraan Ekonomi Indonesia Meleset Jauh, Apa Sebabnya?

Menjelang akhir tahun pemerintah selalu membuat prediksi atau prakiraan pertumbuhan ekonomi untuk tahun mendatang, di mana prakiraan tersebut digunakan untuk banyak hal, antara lain sebagai dasar menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dua tahun terakhir ini, 2013 dan 2014, prakiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disampaikan oleh “ institusi” pemerintah, yaitu Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, jauh dari akurat alias meleset tajam. 2103 Kementerian Keuangan memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2013 sebesar 6,8 persen, jauh lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2012 yang sebesar 6,23 persen. Prakiraan ini kemudian dikoreksi menjadi 6,3 persen pada Juni 2013 seperti tercantum pada APBN-Perubahan. Tetapi, realisasinya ternyata hanya 5,78 persen, sangat jauh dari prakiraan awal 6,8 persen. Bank Indonesia pada awalnya memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 akan mencapai 6,5% (dengan rentang antara 6,3 persen – 6,8 persen), kemudian dikor

Neraca Perdagangan Surplus Akibat Impor Anjlok, Apa Dampaknya Pada Pertumbuhan Ekonomi?

Image
Neraca perdagangan Indonesia pada April 2015 masih membukukan surplus $454,4 juta dolar AS, melanjutkan tren surplus sejak Januari tahun ini. Selama Januari-April 2015 total surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai $2,774,9 juta dolar AS. Hal ini terungkap dari siaran pers Badan Pusat Statistik (BPS) indonesia pada pagi ini (Jumat, 15 Mei 2015). Berita di atas seharusnya cukup menggembirakan karena sejak 2011 hingga 2014 neraca perdagangan Indonesia berturut-turut mengalami deficit, yang baru pertama kalinya lagi terjadi sejak 1961. Kalau diperhatikan lebih mendalam, surplus neraca perdagangan 2015 ini dapat menjadi indikasi penurunan ekonomi Indonesia. Pasalnya, surplus neraca perdagangan pada April 2015 bukan karena peningkatan ekspor, khususnya ekspor nonmigas, tetapi lebih disebabkan karena anjloknya impor. Merujuk data BPS, ekspor April 2015 turun 8,46 persen dibandingkan April 2014, yaitu dari $14.292,4 juta dolar AS menjadi $13.083,7 juta dolar AS. Dibandingkan de

Potensi Besar, Ekonomi Indonesia Masuk Resesi Pada Triwulan II-2015

Memasuki tahun 2015, ekonomi Indonesia kini terancam resesi. Ekonomi dikatakan resesi apabila Produk Domestik Bruto (PDB) dalam dua triwulan berturut-turut mengalami kontraksi, atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2015 ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 0,18 persen dibandingkan triwulan IV-2014. Berdasarkan harga konstan 2010, PDB Indonesia pada triwulan I-2015 hanya mencapai Rp 2.157,5 triliun, turun dari Rp 2.161,5 triliun pada triwulan IV-2014. Kontraksi ini terjadi untuk pertama kalinya sejak krisis ekonomi 1998/1999 berakhir. Apabila pada triwulan II-2015 ekonomi Indonesia masih mengalami kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya maka ekonomi Indonesia secara resmi masuk resesi. Indikasi ekonomi Indonesia masih akan melemah pada triwulan II-2015 terlihat dari beberapa indikator ekonomi domestik maupun internasional. Permintaan dunia pada produk unggulan Indonesia dipercaya masih melemah. Sebagai contoh, Tiongkok sebagai mitra dagang utam

Target Penerimaan Pajak 2015 Tidak Akan Tercapai: Mengapa?

Image
Target penerimaan pajak 2015 secara keseluruhan (termasuk PPh migas) naik 31,41 persen dibandingkan dengan realisasi 2014, yaitu dari Rp 984,90 triliun (realisasi 2014) menjadi Rp 1,294,26 triliun (target 2015). Banyak pihak terkejut ketika target pajak 2015 tersebut diumumkan, dan banyak pihak meragukan apakah target sebesar itu dapat tercapai, mengingat perekonomian global masih cenderung melemah. Target penerimaan pajak 2015 tidak termasuk PPh migas bahkan naik 38,69 persen , yaitu dari Rp 897,36 triliun menjadi Rp 1.244.72 triliun. Selama tiga bulan pertama (Januari-Maret) 2015, realisasi penerimaan pajak sungguh sangat mengejutkan. Pasalnya, jangankan meningkat, realisasi penerimaan pajak triwulan I-2015 itu bahkan lebih rendah dari realisasi penerimaan pajak triwulan I-2014, yaitu: Rp 198,23 triliun (2015) versus Rp 201,06 triliun (2014), atau lebih rendah 5,63 persen. Lihat tabel di bawah ini. Untuk periode empat bulan pertama (Januari-April) 2015 penerimaan pajak masi

Berbahaya: Perencanaan Penerimaan Pajak Berdasarkan Analisis Tidak Tepat

Image
Harian Kompas pada hari Sabtu 2 Mei 2015, halaman 17, memuat petikan wawancara dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dengan judul “Penerimaan Pajak Masih di Bawah Potensi”. Wawancara ini terkait dengan target penerimaan pajak tahun 2015, dan realisasi penerimaan pajak triwulan I-2015 yang sebesar Rp 198,24 triliun, di mana jumlah tersebut jauh di bawah realisasi penerimaan triwulan I-2104 yang mencapai Rp 210,11 triliun. Apabila dibandingkan dengan target penerimaan pajak 2015 sebesar Rp 1.200 triliun (naik sekitar 40 persen dari penerimaan pajak 2014), maka realisasi penerimaan pajak triwulan I 2015 tersebut sungguh mengkhawatirkan. Pada dasarnya, Bambang Brodjonegoro berpendapat target penerimaan pajak 2015 sebenarnya masih masuk akal. Karena, masih menurut Beliau, berdasarkan data-data sebelumnya, penerimaan pajak dapat bertumbuh normal, yaitu sekitar 15 persen per tahun, dengan tax ratio konstan, yaitu sekitar 12 persen. Tax ratio adalah rasio penerimaan pajak terhada

Pertumbuhan Ekonomi Anjlok: Ekonomi Global Menjadi Kambing Hitam

Image
Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 hanya 4,71 persen saja, sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi yang dirasakan banyak pihak sejak awal tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 ini turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sempat bertumbuh 5,14 persen. Menanggapi pertumbuhan ekonomi yang cukup rendah ini, banyak pejabat negara sibuk mencari kambing hitam penyebab turunnya kinerja ekonomi tersebut. Yang dimaksud dengan “mencari kambing hitam” adalah identik dengan tidak mau disalahkan atau tidak juga mau mengaku salah. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penurunan kinerja ekonomi triwulan I tahun ini terjadi karena berkurangnya daya beli masyarakat akibat pelemahan ekonomi global. Jusuf Kalla juga menegaskan penurunan kinerja perusahaan nasional disebabkan masalah yang bersifat universal, di mana tidak ada satupun negara yang sanggup mengupayakan pertumbuhan ekonomi yang ekstra tinggi. Di sini terlihat sekali kontradiksi pernyataan par

Data Keuangan Kuartal I 2015 Jeblok, Investor Saham Panik

Seiring mulai dipublikasikannya data keuangan kuartal I 2015, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 6,4 persen dalam seminggu sejak 27 hingga 30 April 2015. Anjloknya IHSG ini dimotori aksi jual investor asing dengan  penjualan bersih Rp 7,1 triliun pada minggu tersebut. Faktor penyebab anjloknya kinerja pasar saham ini tentu saja karena memburuknya data keuangan hampir seluruh perusahaan publik tersebut. Penurunan kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia ini seolah-olah mengkonfirmasi memburuknya data sektoral industri pada kuartal I 2015 yang sudah dipublikasikan terlebih dahulu, antara lain: Penjualan semen turun 3,3 persen Penjualan mobil turun 15 persen   Penjualan motor turun 19 persen Penjualan properti turun 50 persen Ekspor turun 11,67 persen Berdasarkan data keuangan yang dipublikasi, banyak perusahaan publik pada kuartal I 2015 mengalami penurunan laba bersih yang signifikan dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun sebelumnya. S