Posts

Showing posts from August, 2014

Politik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Image
Pembahasan APBN selalu menarik perhatian banyak pihak termasuk media massa, pengusaha dan politikus. Ketika defisit pada APBN meningkat (yang diartikan sebagai ruang gerak fiskal menjadi sempit) maka anggaran belanja, khususnya belanja “subsidi” BBM menjadi sorotan utama. Hal ini juga terjadi pada pembahasan APBN 2015 kali ini. APBN 2015 diperkirakan akan membukukan defisit Rp 257,57 triliun, atau 2,32 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto), yang artinya cukup mengkhawatirkan karena mendekati batas maksimum defisit yang dibolehkan secara peraturan, yaitu 3 persen dari PDB. Presiden SBY pun mendapat tekanan dari berbagai kalangan untuk menaikkan harga BBM agar dapat mengurangi belanja “subsidi” BBM serta defisit anggaran 2015. Di lain pihak, meskipun defisit 2015 membengkak hingga 2,32 persen dari PDB, tetapi anggaran belanja pemerintah di sektor investasi, misalnya barang modal atau barang strategis lainnya seperti pembangunan infrastruktur, dirasa masih sangat kurang. Padaha

Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2014 Meleset Tajam: Perkiraan atau Harapan?

Setiap tahun pemerintah akan membuat perkiraan pertumbuhan ekonomi beserta asumsinya yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk tahun 2014, pada awalnya pemerintah (c.q. Kementerian Keuangan) memperkirakan ekonomi kita akan bertumbuh sebesar 6,0 persen. Bank Indonesia juga sangat optimis dan memperkirakan ekonomi kita akan bertumbuh antara 5,8 persen – 6,2 persen. Perkiraan pertumbuhan ekonomi oleh kedua institusi lokal ini jauh di atas perkiraan Bank Dunia dan IMF (International Monetary Fund) yang masing-masing memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen dan 5,4 persen. Dengan demikian terdapat perbedaan perkiraan yang cukup signifikan antara dua institusi lokal (Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia) dan dua instiutusi dunia (Bank Dunia dan IMF) tersebut. Perkiraan pertumbuhan ekonomi 2014 yang diprediksi oleh kedua local institutions ini terasa sangat kontradiktif karena perkiraan tersebut

MENELAAH PERHITUNGAN SUBSIDI BBM TAHUN 2014 - BAGIAN TIGA

Image
Bagian Tiga: Neraca Keuangan Negara Terkait BBM Tahun Anggaran 2014 Di bagian satu dari tulisan ini ( http://bit.ly/1oOWbe6 ) kita sudah menelaah bahwa “subsidi” BBM 2014 (premium, minyak tanah, solar) ternyata hanya sebesar Rp 201 triliun saja. Di bagian dua ( http://bit.ly/1kQNPDq ) kita juga sudah menelaah dari mana angka Rp 201 triliun tersebut diperoleh. Di dalam tulisan ini kita akan lebih mendalami lagi apa arti “subsidi” BBM dan apakah benar ada “subsidi” BBM sebesar Rp 201 triliun pada tahun 2014. Istilah “subsidi” BBM di dalam APBN sebenarnya menimbulkan kontroversi dan mengandung cacat istilah. Banyak yang mengartikan bahwa “subsidi” BBM sebesar Rp 201 triliun merupakan pengeluaran negara secara tunai. Namun, di lain sisi negara juga mempunyai penerimaan minyak bumi dari bagi hasil produksi domestik, yang mana penerimaan ini tidak diperlakukan sebagai pengurang “subsidi” BBM. Faktor ini yang memberi kesan bahwa “subsidi” BBM sangat besar sekali meskipun nega

MENELAAH PERHITUNGAN SUBSIDI BBM TAHUN 2014 - BAGIAN DUA

Image
Bagian Dua: Mengkritisi Perhitungan Subsidi BBM 2014 – Surat Terbuka Untuk Pemerintah dan DPR Di bagian satu  ( http://bit.ly/1oOWbe6 )   dari tulisan ini kita sudah lihat bahwa jumlah “subsidi BBM” (premium, minyak tanah, solar) 2014 ternyata bukan Rp 285 triliun seperti yang sering diungkapkan di media masa, tetapi hanya Rp 201 triliun saja. Sisanya terdiri dari “subsidi” LPG Tabung 3 Kg dan LGV dan “subsidi” BBM tahun 2013 yang belum dibayar. Di dalam tulisan ini kita akan menelaah lebih lanjut apakah memang benar ada “subsidi” BBM sebesar Rp 201 triliun, dan darimana angka ini diperoleh. Seperti kita ketahui, pemerintah menjual BBM “bersubsidi” melalui Pertamina dengan harga yang lebih rendah dari harga acuan internasional yang juga sering disebut harga keekonomian. Selisih antara harga acuan internasional dan harga domestik tersebut kemudian akan diganti oleh pemerintah, dan uang ganti ini yang dinamakan subsidi. Sebagai contoh, kalau harga acuan internasional untuk