MENELAAH PERHITUNGAN SUBSIDI BBM TAHUN 2014 - BAGIAN DUA

Bagian Dua: Mengkritisi Perhitungan Subsidi BBM 2014 – Surat Terbuka Untuk Pemerintah dan DPR

Di bagian satu (http://bit.ly/1oOWbe6) dari tulisan ini kita sudah lihat bahwa jumlah “subsidi BBM” (premium, minyak tanah, solar) 2014 ternyata bukan Rp 285 triliun seperti yang sering diungkapkan di media masa, tetapi hanya Rp 201 triliun saja. Sisanya terdiri dari “subsidi” LPG Tabung 3 Kg dan LGV dan “subsidi” BBM tahun 2013 yang belum dibayar. Di dalam tulisan ini kita akan menelaah lebih lanjut apakah memang benar ada “subsidi” BBM sebesar Rp 201 triliun, dan darimana angka ini diperoleh.

Seperti kita ketahui, pemerintah menjual BBM “bersubsidi” melalui Pertamina dengan harga yang lebih rendah dari harga acuan internasional yang juga sering disebut harga keekonomian. Selisih antara harga acuan internasional dan harga domestik tersebut kemudian akan diganti oleh pemerintah, dan uang ganti ini yang dinamakan subsidi.

Sebagai contoh, kalau harga acuan internasional untuk BBM jenis premium adalah Rp 10.000 per liter, dan harga domestik adalah Rp 6.000 per liter, maka subsidi premium adalah Rp 4.000 per liter.

Harga domestik yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2014 adalah, untuk premium: Rp 6.500 per liter, minyak tanah: Rp 2.500 per liter, dan solar: Rp 5.500 per liter.  Sedangkan total volume BBM “bersubsidi” ditetapkan 46 juta kiloliter, atau 46 miliar liter, dengan pembagian, premium: 30 miliar liter, minyak tanah: 1 miliar liter dan solar: 15 miliar liter. Dengan demikian, maka pendapatan Pertamina dari penjualan BBM “bersubsidi” tahun 2014 adalah Rp 280 triliun. Lihat tabel 1.


Kalau subsidi tahun 2014 dipatok Rp 201 triliun (lihat bagian 1 tulisan ini:), maka berarti total biaya Pertamina dalam menyalurkan BBM “bersubsidi” yang dihitung berdasarkan harga acuan internasional diperkirakan mencapai Rp 481 triliun, dengan perhitungan sebagai berikut:


Hal ini berarti, harga rata-rata acuan BBM “bersubsidi” berdasarkan harga internasional tersebut untuk tahun 2014 dihargai Rp 10.461 per liter, sehingga total biaya penyaluran BBM “bersubsidi” tersebut menjadi Rp 481 triliun seperti dapat dilihat di tabel 2 di bawah ini.


Dari mana pemerintah dapat memperoleh perhitungan harga acuan BBM sebesar Rp 10.461 per liter ini?

Berdasarkan asumsi di APBN 2014, harga minyak bumi di asumsikan 105 dolar AS per barel. Dengan asumsi kurs rupiah sebesar Rp 11.600 per dolar AS, maka harga minyak bumi menjadi Rp 1.218.000 per barel, atau Rp 7.661 per liter (lihat table 3). Untuk konversi minyak bumi menjadi bahan bakar dan sampai di SPBU diperlukan biaya proses dan distribusi. Di tambah dengan marjin laba untuk Pertamina, pemerintah memperkirakan total biaya proses, distribusi dan laba menjadi Rp 2.800 per liter, sehingga harga acuan BBM menjadi Rp 10,461 per liter, seperti dapat dilihat di tabel 3.



Di sini timbul pertanyaan, apakah harga acuan BBM sebesar Rp 10.461 per liter ini memang benar merupakan harga yang pantas diganti oleh pemerintah kepada Pertamina? Dengan kata lain, apakah biaya proses refining, distribusi dan marjin keuntungan sebesar Rp 2.800 per liter merupakan biaya yang wajar?

Apha BBM
Di dalam APBN 2014 tercatat ada biaya Alpha BBM tahun 2014 yang diasumsikan Rp 718,4 per liter. Yang dimaksud dengan biaya Alpha BBM adalah biaya distribusi BBM ditambah marjin keuntungan. Jadi, di dalam harga Alpha BBM 2014 sebesar Rp 718,4 per liter ini sudah termasuk marjin keuntungan yang diberikan kepada Pertamina sebagai badan usaha penyalur BBM “bersubsidi”. Sedangkan biaya proses, distribusi dan marjin keuntungan menurut perhitungan di atas adalah Rp 2.800 per liter. Oleh karena itu, ada selisih antara kedua angka tersebut sebesar Rp 2.081,6 (= Rp 2.800 – Rp 718,4) per liter yang dapat disimpulkan sebagai biaya proses minyak bumi menjadi BBM (= biaya refining).

Nah, di sini timbul pertanyaan lagi, berapa biaya refining seharusnya? Apakah Rp 2.081,6 per liter merupakan harga yang sudah sepantasnya?

Ada yang mengatakan, biaya refining saat ini seharusnya sekitar Rp 750 – Rp 1.000 per liter. Jadi, apakah ini berarti total biaya proses, distribusi dan marjin keuntungan yang sebesar Rp 2.800 per liter, yang menjadi dasar perhitungan biaya “subsidi” tahun 2014, terlalu tinggi? Apakah ini berarti perhitungan “subsidi” BBM tahun 2014 sebesar Rp 201 triliun terlalu besar?

Hanya pemerintah dan DPR yang mempunyai informasi lengkap dan detil yang dapat menjawab pertanyaan di atas. Karena, dokumen yang tersedia untuk publik seperti Nota Keuangan dan APBN tidak pernah memuat rincian informasi yang sangat penting ini.

.... Bersambung ke Bagian Tiga: Neraca Keuangan Negara Terkait BBM 2014.

--- 000 ---


Comments

  1. Di tabel 3 nya pajak 15% belummasuk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, Bapak/Ibu Anonymous atas komentarnya. Apakah bisa diperjelas pajak jenis apa yang dimaksud yang belum masuk dalam hitungan di artikel ini? Apakah PPN, yang memang ditanggung oleh pemerintah? Terima kasih

      Delete
    2. saya tidak tau pasti pajak apa namanya, yang jelas dalam perhitungan Harga Keekonomian = Harga ICP + Alpha BBM + pajak 15% jadi perhitungannya sbb = 105*Rp.11600/158,987 Lt + Rp.718,4/Lt +15%(7661+718,4) =Rp 7661/lt + Rp 718,4/lt + Rp 1256,91/lt = Rp 9636.31/lt. dari perhitungan ini harga pasar adalah Rp. 9636,31/Liter. Alpha BBM adalah Biaya Lifting, Refinary Transportasion dan pajak itu.Menurut perhitungan ini subsidi pemerintah adalah Rp.443,269 T - Rp.280,000 T =Rp.163,269 Triliun khusus premium , minyak tanah dan solar

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial