Posts

Showing posts from January, 2015

Monopoli (Negara) Pada Perdagangan Bensin Premium: Melanggar UU Larangan Praktik Monopoli?

Untuk meningkatkan kemampuan keuangan negara, atau istilah akademisnya meningkatkan ruang gerak fiskal, pada 18 November 2014 pemerintah menaikkan harga BBM “bersubsidi” jenis premium dan solar sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghapus pengeluaran negara terkait “subsidi” BBM. Kebijakan ini membuat harga bensin premium naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter, sedangkan solar naik dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter. Kenaikan harga BBM tersebut dilakukan ketika harga minyak mentah dunia sedang mengalami penurunan yang sangat signifikan. Alhasil, bensin premium bukan saja tidak “disubsidi” lagi oleh pemerintah, tetapi harga setelah kenaikan tersebut, yaitu Rp 8.500 per liter, sudah diatas harga keekonomiannya. Artinya, dengan harga tersebut pemerintah, atau melalui badan usaha yang ditunjuk (Pertamina), sudah memperoleh laba yang diistilahkan dengan subsidi minus. Hal ini juga diakui oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden No 191 Tahun 2014 yang menjelaskan bahwa ben

Pengenaan Pajak Penghasilan Final Seharusnya Batal Demi Hukum

Tulisan ini sudah dipublikasi di Harian Investor Daily pada Selasa, 27 Januari 2014. Pajak merupakan alat bagi pemerintah untuk mengenakan pungutan kepada penduduk (perorangan) dan badan usaha tetap (keduanya disebut Wajib Pajak) sehubungan dengan perolehan penghasilan. Oleh karena itu, pengenaan pajak harus ada dasar hukumnya yang dituangkan dalam undang-undang agar pemerintah tidak dapat sewenang-wenang mengenakan pajak kepada Wajib Pajak. Undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku saat ini adalah undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang kemudian diperbaharui (diubah), berturut-turut, dengan (1) undang-undang nomor 7 tahun 1991, (2) undang-undang nomor 10 tahun 1994, (3) undang-undang nomor 17 tahun 2000, dan (4) undang-undang nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Penghasilan Di dalam undang-undang ditentukan penghasilan apa saja yang dapat dikenakan pajak. Yang dimaksud d

Siapkah Pemerintah Menghadapi Konsekuensi Kebijakannya Sendiri?

Sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dilantik pada 20 Oktober 2014, sudah terdengar sangat lantang sekali bahwa salah satu kebijakan penting yang akan diambil oleh pemerintah yang baru adalah pengurangan “subsidi BBM” yang akan dialihkan ke sektor “produktif”. Dukungan terhadap kebijakan ini mengalir deras dari berbagai kalangan, termasuk pengusaha, pengamat ekonomi dan media. Pemerintahan Jokowi-Jk   tidak memerlukan waktu sampai sebulan untuk melaksanakan janji atau desakan untuk mengurangi “subsidi BBM” tersebut. Pada 18 November 2014 pemerintah menaikkan harga BBM jenis premium dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter dan minyak solar dari Rp 5.500 per liter menjadi Rp 7.500 per liter. Kenaikan harga BBM ini tentu saja memicu kenaikan berbagai harga barang, dan mengakibatkan inflasi 2014 menjadi cukup tinggi, yaitu 8,36 persen. Blunder Kebijakan 18 November 2014 merupakan kesalahan fatal (blunder) pertama pemerintah terkait

Breaking News: Harga BBM di Amerika Serikat Capai Titik Terendah Sejak April 2009

Image
Harga bahan bakar minyak (BBM) di Amerika Serikat masih turun terus seiring dengan penurunan harga minyak mentah dunia. Harga Pertamax di SPBU Mobil di Livonia, Mich, Amerika Serikat, per 6 Januari 2015 turun menjadi 1,795 dollar AS per galon, atau sekitar Rp 5.900 per liter. Harga Pertamax di SPBU Pertamina di Jakarta Rp 8.800 per liter: 33 persen lebih mahal dari Pertamax di Michigan, Amerika Serikat, masing-masing tidak disubsidi. Berita selengkapnya di CNBC:  http:/ / cnb.cx/1A7LJ3c   Kapan harga Pertamax di Indonesia akan turun? --- 000 ---

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Image
Pada tulisan sebelumnya dengan judul “Ini Alasannya Mengapa Ekonomi Pertanian Terpuruk Untuk Jangka Panjang” (lihat: http://bit.ly/1D9RMum ) dijelaskan bahwa produktivitas sektor pertanian, yaitu output per hektar, pada prinsipnya stagnan dari tahun ke tahun, bahkan cenderung menurun, kecuali ada terobosan inovasi teknologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman secara signifikan. Dan biasanya inovasi teknologi dimaksud memerlukan waktu yang panjang, dan setelah itupun peningkatan produktivitas akan stagnan lagi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produktivitas padi selama periode 1993-2013 (= 20 tahun) hanya naik 0,82 persen rata-rata per tahun. Lihat kolom D, baris 21, tabel 1. Tabel 1: Produktivitas Produksi Tanaman Padi Indonesia versus Inflasi: 1993-2013 Sumber: BPS - diolah Peningkatan produktivitas ini sangat penting bagi petani karena pendapatan (nominal) petani akan meningkat sebesar peningkatan produktivitas tersebut (dengan asumsi luas l