Pernyataan Kontroversial Pejabat Pertamina Suhartoko


Rubrik Komentar Pernyataan Kontroversial Pejabat Publik

Sungguh mengejutkan membaca berita di detik.com tertanggal 15 Desember 2014 dengan judul:
Pertamina: Harga Pertamax di DKI Rp 9.950/Liter Saja Laku, Kenapa Harus Turun?

Sungguh mengejutkan karena komentar atau pernyataan yang menjadi judul berita tersebut disampaikan oleh pejabat senior Pertamina yang termasuk pejabat publik. Pertama, Pertamina adalah (100 persen) perusahaan milik negara sehingga pejabat Pertamina juga termasuk pejabat publik. Kedua, sampai tahun 2005 sebelum pasar distribusi BBM dibuka untuk asing, Pertamina merupakan satu-satunya perusahaan yang mendistribusikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di seluruh Indonesia. Artinya, Pertamina merupakan perusahaan yang bersifat monopoli murni dalam bidang distribusi BBM. Memang benar, saat ini ada beberapa perusahaan asing, seperti Shell dan Total, yang ikut mendistribusikan BBM “non-subsidi” sejenis Pertamax (RON92) dan Pertamax Plus (RON95). Namun demikian, pangsa pasar Pertamina masih sangat besar sehingga dapat dikategorikan mempunyai kekuatan monopoli karena penguasaan pangsa pasar yang lebih dari 50 persen. Bahkan di berbagai kota di Indonesia Pertamina masih mempunyai kekuatan monopoli murni karena tidak ada perusahaan distribusi lainnya di kota-kota tersebut.

Berikut ini kutipan berita di detik.com tersebut:

Jakarta -Pihak PT Pertamina (Persero) punya alasan tak menurunkan harga BBM non subsidi Pertamax di DKI Jakarta dan sekitarnya. ……….
………

"Kenapa yang di Jakarta harganya tidak diturunin juga? segitu (Rp 9.950/Liter) saja laku kok, kenapa harus diturunin harganya," ujar Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution PT Pertamina Suhartoko saat dihubungi detikFinance, Senin (15/12/2014).

Kontroversial 1:
Pernyataan Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution PT Pertamina Suhartoko sungguh sangat kontroversial dan bahkan tidak pantas diucapkan oleh pejabat publik.

Suhartoko harus menyadari, berapapun tingginya harga Pertamax di Indonesia, komoditas tersebut pasti akan laku, karena tidak ada produk substitusi untuk kendaraan bermotor yang memang harus menggunakan BBM sejenis Pertamax atau Pertamax Plus. Apakah kita bisa mengisi kendaraan bermotor kita dengan air?

Jadi, dengan bekal kekuatan monopoli (tidak ada produk substitusi, dan tidak ada persaingan sempurna) pejabat publik dapat memberi pernyataan yang arogan dan tidak pantas diucapkan seperti pernyataan Suhartoko di atas. Dan perlu diingat bahwa konsumen Pertamax adalah rakyat Indonesia yang membiayai negara melalui pembayaran pajak.

Kontroversial 2:
Di paragraf lainnya, Suhartoko mengatakan:
"Harganya kan harga pasar. Orang jual itu ya mana yang laku tetap dipertahankan sesuai profitnya gitu aja sih intinya," ungkapnya.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa Suhartoko tidak mengerti posisi Pertamina sebagai perusahaan negara yang mempunyai kekuatan monopoli, yang dapat menimbun laba, atau profit, setinggi-tingginya yang dikenal dengan abnormal profit. Oleh karena itu, praktik monopoli masuk kategori ilegal di kebanyakan negara di dunia.

Kontroversial 3:
Suhartoko menegaskan, bila SPBU pesaing seperti Shell dan SPBU Total menurunkan harga BBM non subsidi, maka Pertamina akan turunkan harga Pertamax di Jakarta.

"Kalau mereka turunkan harga kita pasti turunkan harganya juga, buktinya mereka kan belum lakukan perubahan harga, artinya harga pasarnya memang segitu," tutupnya.

Pernyataan di atas dapat menjadi indikasi awal terjadinya price-fixing, atau pengaturan harga, untuk BBM sejenis Pertamax dan Pertamax Plus. Seperti kita ketahui, pengaturan harga merupakan tindakan ilegal. Pengaturan harga jenis Pertamax dan Pertamax Plus di Indonesia sangat mungkin sekali terjadi karena cuma ada segelintir perusahaan distribusi BBM di Indonesia: hanya tiga perusahaan (Pertamina, Shell, Total), atau empat (termasuk Petronas)?, di mana Pertamina juga sekaligus mempunyai kekuatan monopoli.

Kecurigaan kita bertambah besar terutama setelah kita melihat fakta bahwa harga Pertamax dan Pertamax Plus (dan sejenisnya untuk Shell dan Total) jauh lebih tinggi dari harga BBM sejenis di Amerika Serikat (setelah unsur pajak dinetralisir).

Penutup
Kita imbau agar para pejabat publik hati-hati dalam memberi pernyataan agar tidak melukai hati rakyat dengan pernyataannya tersebut, karena rakyat sejatinya yang membiayai semua aktivitas negara, termasuk perusahaan seperti Pertamina, melalui pembayaran pajak.

Berita selengkapnya dapat dilihat di:

--- 000 ---


Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Akankah Sejarah Berulang Lagi?

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?