Posts

Showing posts from January, 2014

Strategi Pemenangan Pemilukada Ala Jokowi

Joko Widodo, yang popular dengan sebutan Jokowi, membuat strategi pemenangan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) berubah total. Perubahan ini juga pasti akan berdampak pada strategi pemenangan Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan bahkan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) yang akan datang. Jokowi membuat kejutan pada Pemilukada DKI Jakarta tahun 2012 dengan memenangi Pemilukada secara meyakinkan dari incumbent Fauzi Bowo yang juga dikenal dengan Foke. Pada awalnya, Jokowi dipandang sebelah mata karena rekam jejak dan pengalaman Jokowi di birokrasi hanyalah sebagai Walikota Solo. Sedangkan Foke, sebagai incumbent yang membangun karir di Pemprov DKI selama lebih dari 35 tahun, dan dikenal sebagai ahli dalam bidang Perencanaan Kota dan Wilayah lulusan Jerman, diunggulkan oleh banyak pihak karena dianggap tahu persis permasalahan Jakarta. Banyak pengamat berpendapat, pengalaman Jokowi di Solo tidak dapat disamakan dengan Jakarta yang mempunyai luas area sekitar 17 kali kota Sol

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Di Atas 10 Persen: Mission Impossible?

Setelah perang dunia II (WWII) tahun 1945, banyak negara terjajah kemudian terbebas dan merdeka. Indonesia merdeka tahun 1945 setelah terjajah selama 350 tahun  oleh Belanda dan 3,5 tahun oleh Jepang (lebih tepatnya diduduki oleh Jepang). Malaysia dan Singapore memperoleh kemerdekaannya dari Inggris tahun 1965. Taiwan menjadi teritori pemerintahan Chiang Kai Shek (Republic of China) pada tahun 1949 setelah terpukul mundur oleh pasukan tentara komunis pimpinan Mao Zedong dalam perang saudara di (mainland) China. Setelah WWII usai, negara Korea terbagi dua, Korea bagian utara (Korea Utara) dikendalikan oleh Uni Soviet dan Korea bagian selatan (Korea Selatan) dikendalikan oleh Amerika Serikat. Tahun 1950 perang saudara pecah antara Korea Utara dan Korea Selatan yang diakhiri dengan gencatan senjata pada tahun 1953. Dengan demikian, kedua Korea secara teknis masih dalam keadaan perang. Negara-negara yang baru merdeka ini kemudian menghadapi permasalahan kemiskinan yang serius. Begit

Visi Bank Indonesia Tentang Stabilisasi Nilai Tukar Dapat Menyesatkan

Image
Kalau kita buka website Bank Indonesia ( www.bi.go.id ), maka langsung terbaca Visi Bank Indonesia yang berbunyi: Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. Visi menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah institusi. Oleh karena itu, visi sangat penting karena menentukan masa depan institusi tersebut. Visi juga akan dijadikan rujukan dalam merumuskan langkah-langkah strategis serta pengambilan keputusan strategis. Oleh karena itu, visi harus dirumuskan secara masak-masak, tepat dan benar. Kalau salah merumuskan visi maka semua tindakan, kebijakan dan keputusan strategis akan salah arah, menyesatkan, dan dapat membuat ekonomi terjerumus ke jurang kehancuran. Bagaimana dengan Visi BI di atas? Dari visi yang tertulis, visi (atau juga bisa dikatakan sasaran utama) Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya ada dua, yaitu (1

Appendix: Theory of Money and Exchange Rate

Tulisan ini dibuat sebagai appendix tulisan yang berjudul: Visi Bank Indonesia Tentang Stabilisasi Nilai Tukar Dapat Menyesatkan: http://bit.ly/1hi2pOs.  Sebelum ada uang (money) , semua transaksi dilakukan secara barter. Sistem barter ini tentu saja sangat tidak efisien. Uang kemudian dikenalkan sebagai alat tukar transaksi (medium of exchange) pengganti barter. Pada awalnya, uang yang digunakan adalah dalam bentuk logam mulia, perak atau emas. Dalam tulisan ini, logam mulia diasumsikan emas. Sistem moneter berdasarkan uang logam mulia emas disebut gold specie standard . Gold specie standard kemudian berevolusi menjadi gold standard currency, di mana nilai mata uang ditetapkan dalam jumlah unit emas. Misalnya, pada tahun 1934 Amerika Serikat menetapkan 1 ounce emas (= 28,35 gram) = 35 dolar AS. Atau, 1 dolar AS sama dengan 0,81 gram emas. Karena nilai mata uang menggunakan rasio tetap terhadap emas, maka jumlah uang beredar sesuai dengan jumlah cadangan emas. Kalau cadangan

Kisruh Gas Elpiji Tabung 12 Kilogram

Image
Luar Biasa. Begitulah masyarakat berseru ketika melihat tontonan komedi penaikan dan penurunan harga Elpiji “non-bersubsidi” 12 kg. Seperti kita ketahui bersama, memasuki awal tahun 2014 Pertamina menaikkan harga Elpiji 12 kg dengan besaran yang mencengangkan, yaitu Rp 3.959 per kg atau hampir Rp 48.000 per tabung, atau setara dengan kenaikan 68 persen. Menurut Pertamina, alasan kenaikan harga Elpiji ini murni karena pertimbangan bisnis. Konon, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan Pertamina untuk menaikkan harga karena bisnis Elpiji “non-bersubsidi” ini mengalami kerugian hingga Rp 7,73 triliun selama periode 2011 sampai Oktober 2012. Karena Elpiji 12 kg tidak disubsidi oleh pemerintah, Pertamina merasa berhak menaikkan harganya apabila dirasa perlu. Dan, naiklah harga Elpiji pada tanggal 1 Januari 2014. Kenaikan harga ini kemudian diikuti oleh kelangkaan barang di pasar. Setelah terjadi kehebohan di masyarakat, pemerintah langsung bereaksi. Presiden langsung mengadakan