Appendix: Theory of Money and Exchange Rate
Tulisan ini dibuat sebagai appendix tulisan yang berjudul: Visi Bank Indonesia Tentang Stabilisasi Nilai Tukar Dapat Menyesatkan: http://bit.ly/1hi2pOs.
Sebelum ada uang (money), semua transaksi dilakukan secara barter. Sistem barter ini tentu saja sangat tidak efisien. Uang kemudian dikenalkan sebagai alat tukar transaksi (medium of exchange) pengganti barter. Pada awalnya, uang yang digunakan adalah dalam bentuk logam mulia, perak atau emas. Dalam tulisan ini, logam mulia diasumsikan emas. Sistem moneter berdasarkan uang logam mulia emas disebut gold specie standard.
Sebelum ada uang (money), semua transaksi dilakukan secara barter. Sistem barter ini tentu saja sangat tidak efisien. Uang kemudian dikenalkan sebagai alat tukar transaksi (medium of exchange) pengganti barter. Pada awalnya, uang yang digunakan adalah dalam bentuk logam mulia, perak atau emas. Dalam tulisan ini, logam mulia diasumsikan emas. Sistem moneter berdasarkan uang logam mulia emas disebut gold specie standard.
Gold specie standard
kemudian berevolusi menjadi gold standard
currency, di mana nilai mata uang
ditetapkan dalam jumlah unit emas. Misalnya, pada tahun 1934 Amerika Serikat
menetapkan 1 ounce emas (= 28,35 gram) = 35 dolar AS. Atau, 1 dolar AS sama
dengan 0,81 gram emas. Karena nilai mata uang menggunakan rasio tetap terhadap
emas, maka jumlah uang beredar sesuai dengan jumlah cadangan emas. Kalau
cadangan emas naik maka jumlah uang beredar juga naik dan kalau cadangan emas
turun maka jumlah uang beredar juga turun.
The quantity theory of
money menjelaskan kenaikkan jumlah uang beredar akan mengakibatkan
inflasi naik, tidak mengakibatkan perekonomian meningkat. Sebaliknya juga berlaku,
penurunan jumlah uang beredar akan mengakibatkan inflasi turun (= deflasi).
Oleh karena itu, di dalam sistem moneter berdasarkan gold standard currency, peningkatan cadangan emas akan mengakibatkan jumlah uang beredar juga meningkat, dan pada gilirannya akan mengakibatkan inflasi juga meningkat. Sebaliknya,
apabila cadangan emas menurun maka jumlah uang beredar juga akan menurun,
sehingga akan mengakibatkan inflasi menurun, atau deflasi.
Sebagai contoh, misalnya, ada dua negara, negara A dengan mata uang dolar A
dan negara B dengan mata uang dolar B, masing-masing menggunakan sistem moneter
mata uang berdasarkan standar emas (gold
standard currency). Apabila nilai 1 dolar A = 1 gram emas dan nilai 1 dolar
B = 2 gram emas, maka nilai tukar dolar A terhadap dolar B adalah 1 dolar A = 0,5 dolar B (atau 2 dolar A = 1
dolar B). sebagai konsekuensi, harga barang di negara A juga akan dua kali
lipat lebih tinggi dari harga barang di negara B. Misalnya, apabila harga beras di negara A sebesar 10 dolar A, maka harga beras jenis yang sama di negara B akan menjadi 5 dolar B. Kalau harga
barang di negara A relatif lebih murah dari harga barang di negara B, maka negara A akan
menjadi net-exporter dan negara B
akan menjadi net-importer, sehingga
neraca perdagangan negara A akan mengalami surplus, dan neraca perdagangan B
akan mengalami defisit. Pada gilirannya, surplus akan mengakibatkan peningkatan
cadangan emas (devisa) dan defisit akan mengakibatkan penurunan cadangan emas. Menurut
the quantity theory of money, peningkatan
cadangan emas di negara A akan membuat jumlah uang beredar naik dan
mengakibatkan inflasi di negara A, artinya harga akan naik. Sebaliknya,
penurunan cadangan emas di negara B akan membuat jumlah uang beredar turun dan
mengakibatkan deflasi: harga barang di negara B akan turun. Pada akhirnya, inflasi
di negara A dan deflasi di negara B akan membuat harga barang di kedua negara
tersebut menjadi seimbang lagi.
Di dalam era fiat
money di mana setiap negara yang mengalami defisit tidak perlu mentrasfer
cadangan emasnya, dan jumlah uang beredar juga tidak perlu sesuai dengan
cadangan emasnya, maka kenaikan harga di negara net-exporter dan penurunan harga di negara net-importer tidak perlu terjadi. Tetapi, mekanisme perubahan harga
relatif di kedua negara tetap akan terjadi, dan mekanisme perubahan harga
relatif ini akan melalui perubahan nilai tukar. Misalnya, nilai tukar yang sebelumnya
1 dolar A = 2 dolar B akan berubah sesuai rasio harga di kedua negara tersebut.
Apabila harga di negara A 25 persen lebih murah, maka nilai tukar dolar A akan
mengalami apresiasi 25 persen, menjadi 1,25 dolar A = 2 dolar B, atau 1 dolar A
= 1,60 dolar B. Oleh karena itu, perubahan nilai tukar merupakan mekanisme
otomatis untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Oleh karena itu, nilai tukar
tidak seharusnya dibuat stabil.
=== 000 ===
Comments
Post a Comment