Visi Bank Indonesia Tentang Stabilisasi Nilai Tukar Dapat Menyesatkan
Kalau kita buka website Bank
Indonesia (www.bi.go.id), maka langsung terbaca
Visi Bank Indonesia yang berbunyi:
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi
yang rendah dan nilai tukar yang stabil.
Visi menggambarkan tujuan yang
ingin dicapai oleh sebuah institusi. Oleh karena itu, visi sangat penting
karena menentukan masa depan institusi tersebut. Visi juga akan dijadikan
rujukan dalam merumuskan langkah-langkah strategis serta pengambilan keputusan
strategis. Oleh karena itu, visi harus dirumuskan secara masak-masak, tepat dan
benar. Kalau salah merumuskan visi maka semua tindakan, kebijakan dan keputusan
strategis akan salah arah, menyesatkan, dan dapat membuat ekonomi terjerumus ke
jurang kehancuran. Bagaimana dengan Visi BI di atas?
Dari visi yang tertulis, visi (atau
juga bisa dikatakan sasaran utama) Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya
ada dua, yaitu (1) pencapaian inflasi yang rendah dan (2) nilai tukar yang
stabil. Untuk sasaran yang pertama, yaitu pencapaian inflasi yang rendah, kita semua dapat memakluminya. Hampir
semua bank sentral di dunia juga mempunyai tugas mengendalikan inflasi. Tetapi,
untuk sasaran yang kedua, yaitu pencapaian nilai tukar yang stabil, sungguh mengejutkan
dan tidak lazim. Tidak ada satupun bank sentral terkemuka di dunia mempunyai
visi atau sasaran menstabilkan nilai tukar mata uangnya. Tidak The FED (Bank
Sentral Amerika Serikat), dan tidak juga ECB (European Central Bank). Sasaran utama The FED yang dikenal dengan dual mandate adalah untuk mencapai price stability dan full employment. ECB bahkan hanya mempunyai satu mandat, yaitu price stability.
Dual mandate of The FED
In 1977, Congress amended The Federal Reserve Act, stating the monetary
policy objectives of the Federal Reserve as:
"The Board of Governors of the Federal Reserve System and the
Federal Open Market Committee shall maintain long run growth of the monetary
and credit aggregates commensurate with the economy's long run potential to
increase production, so as to promote effectively the goals of maximum
employment, stable prices and moderate long-term interest rates."
European Central Bank
The primary objective of the European Central Bank, as laid down in
Article 127(1)[11] of the Treaty on the Functioning of the European Union, is
to maintain price stability within the Eurozone.
Jadi, stabilisasi nilai tukar jelas
bukan merupakan sasaran utama bank sentral yang mengadopsi sistem nilai tukar
mengambang (floating exchange rate).
Nilai tukar justru digunakan sebagai salah satu alat bagi bank sentral untuk
mencapai tujuan dan sasaran lainnya seperti pertumbuhan ekonomi atau penciptaan
lapangan kerja (full employment).
Caranya, nilai tukar harus dapat dibuat fluktuatif (jadi bukan dibuat stabil) sepanjang
diperlukan untuk dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Misalnya, apabila neraca
perdagangan dalam keadaan defisit (seperti kondisi Indonesia saat ini) maka
nilai tukar harus dapat dibiarkan terdepresiasi agar ekspor dapat meningkat (karena
harga produk domestik relatif menjadi lebih murah) dan impor dapat turun
(karena harga produk asing relatif menjadi lebih mahal), sehingga pada akhirnya
dapat mengurangi defisit neraca perdagangan, bahkan menjadi surplus.
Sebagai contoh, menjelang akhir
tahun 2012 Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, sengaja membiarkan nilai tukar
yen merosot terhadap mata uang utama dunia lainnya dengan tujuan utama untuk meningkatkan
ekspor, inflasi dan pertumbuhan ekonomi Jepang yang memang sedang diperlukan. Kebijakan
yang kemudian dikenal dengan Abenomics
itu membuat nilai tukar yen turun 32,35 persen terhadap dolar AS dalam waktu sekitar
delapan bulan terhitung sejak 1 Oktober 2012 sampai 23 Mei 2013. Lihat gambar
di bawah ini.
Sumber: yahoo.com
Begitu juga dengan nilai tukar euro
terhadap dolar AS, terjadi fluktuasi dengan rentang yang cukup besar. Sejak mata
uang euro pertama kali digunakan pada 1 Januari 1999, nilai tukar euro turun sekitar
12,5 persen di satu tahun pertama (sepanjang tahun 1999), dan turun 22,5 persen
di dua tahun pertama (sepanjang tahun 1999 dan 2000). Sebaliknya, sepanjang tahun
2002 (= periode satu tahun) nilai tukar euro naik sekitar 20,3 persen, dan sepanjang
tahun 2002 dan 2003 (= periode dua tahun) nilai tukar euro naik 43,1 persen. Meskipun
terjadi fluktuasi yang cukup tinggi, kedua bank sentral, The FED dan ECB, tidak
terlihat melakukan intervensi terhadap mata uang masing-masing.
Sumber: The Federal Reserve
St. Louis
Sebaliknya, nilai tukar yang dibuat
stabil, artinya tidak fluktuatif, justru dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi kecuali
kita menganut paham nilai tukar tetap (fixed
exchange rate) seperti China. Oleh karena itu, visi dan sasaran BI menciptakan
stabilitas nilai tukar rupiah sangat berbahaya bagi perekonomian Indonesia.
Untuk menjaga stabilitas nilai
tukar rupiah ini, pertama, BI akan melakukan intervensi pasar. Tetapi,
intervensi tersebut kelihatannya tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan,
sia-sia, bahkan menguras cadangan devisa. Kekuatan pasar ternyata jauh lebih besar
untuk dapat diintervensi. Karena salah satu sasaran BI adalah pencapaian stabilitas
nilai tukar rupiah maka BI kemudian menaikkan suku bunga acuannya (BI rate)
dari 5,75 persen menjadi 7,5 persen dalam waktu lima bulan. Penaikan BI rate ini
diharapkan dapat meningkatkan permintaan terhadap rupiah dan mengurangi permintaan
terhadap dolar, sehingga dapat mengangkat nilai tukar rupiah yang terdepresiasi
hebat terutama sejak Juni 2013.
Inilah kesalahan fatal BI akibat
visi yang salah. Kenaikan BI rate akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi dan penciptaan lapangan kerja: pertumbuhan investasi dan konsumsi
masyarakat akan melambat. Dan, kita sulit membayangkan bagaimana jadinya dengan
defisit neraca perdagangan kita kalau nilai tukar rupiah saat ini masih di kisaran
Rp 9.000-an. Mungkin sekali impor akan semakin meningkat dan ekspor semakin
terpuruk, dan defisit neraca perdagangan semakin melebar. Untung sekali rupiah tetap
terdepresiasi meskipun BI rate naik sedemikian rupa. Depresiasi rupiah diharapkan
dapat mengurangi defisit neraca perdagangan karena produk Indonesia relatif semakin
murah dan produk impor relatif semakin mahal. Akan tetapi, kita harus waspadai akibat
penaikan BI rate ini terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Semoga saja tidak terlalu buruk. Semoga saja harga komoditas ekspor andalan
kita, CPO, batubara, karet, dapat naik lagi setelah terjadi kenaikan di bulan
November dan Desember 2013 tetapi turun di bulan Januari ini. Kita juga berharap
BI dapat mempertimbangkan kembali kenaikan BI rate ini, dan mudah-mudahan dapat
menurunkannya dalam waktu dekat untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Biarkanlah
rupiah fluktuatif dalam rentang yang wajar sesuai dengan keperluan ekonomi:
dalam kondisi neraca transaksi berjalan mengalami defisit berkepanjangan, maka depresiasi
nilai tukar rupiah justru sangat diperlukan. Untuk menjaga nilai tukar rupiah
tidak terlalu fluktuatif seharusnya BI membatasi gerak hot money yang masuk ke Indonesia melalui investasi portofolio yang
bersifat jangka pendek.
Bagi yang berminat membaca lebih
lanjut mengenai latar belakang teori uang dan nilai tukar, silahkan klik http://anthonybudiawan.blogspot.com/2014/01/theory-of-money-and-exchange-rate.html.
=== 000 ===
Interesting articles, You are quite right about central bank roles and responsibilities. I think there is more than just monetary policies. In the real world of politics, social, cultural and psychological components do effects policy making decisions. I am out of touch with the economic scientific research for some time but I think there is a real distortion in real interest rate parities between Indonesia and its main trading partners.
ReplyDeleteWish you and you family a very fine day.
Since I saw your wonderful blogspot, You inspire me to write(http://alamagha.blogspot.nl).
ReplyDeleteMy articles are not scientific(because lack of time) , but I try to use as much common sense as possible to justify my opinion.