Posts

Showing posts from March, 2013

Sisi Lain Ekonomi / The Other Side of Economy

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan perencanaan keuangan tahunan pemerintah yang  berisi rencana penerimaan dan pengeluaran negara. Publikasi : Anggaran Belanja untuk Subsidi dikatakan semakin meningkat sehingga memberatkan keuangan negara, dan, apabila tidak dikelola dengan baik, dapat membuat APBN jebol. Oleh karena itu, banyak pihak mengusulkan Subsidi harus dicabut untuk menyelamatkan APBN. Antara lain, dengan cara harga BBM bersubsidi dinaikkan, KRL ekonomi ditiadakan. Sisi Lain Ekonomi : Subsidi diberikan karena masyarakat tidak mampu membeli suatu barang/jasa dengan harga menurut harga pasarnya atau harga pokok produksinya. Dengan kata lain, subsidi diberikan untuk rakyat kurang/tidak mampu. Besarnya nilai subsidi mencerminkan banyaknya masyarakat kurang mampu. Apabila subsidi dicabut maka jumlah rakyat miskin akan meningkat. Salah satu fungsi APBN adalah redistribusi pendapatan, dan salah satu caranya adalah melalui mekanisme subsidi tersebut. Subsidi ha

Sisi Lain Ekonomi / The Other Side of Economy

Setiap data ekonomi yang dipublikasikan dapat dilihat atau diinterpretasikan dari sisi lain ekonomi. Blog ini akan mengurai Sisi Lain Ekonomi dari data ekonomi yang dipublikasikan agar publik dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas dan komplit, sekaligus sebagai sarana pembelajaran publik. Diberitakan, neraca perdagangan Indonesia tahun 2012 mengalami defisit $1,63 miliar. Alasan yang dikemukakan adalah sebagai berikut: Publikasi : Defisit neraca perdagangan naik karena impor minyak bumi naik drastis yang menyebabkan neraca migas mengalami defisit $5,6 miliar. Impor naik karena konsumsi BBM domestik naik, yang pada gilirannya disebabkan karena harga BBM domestik kemurahan (dibandingkan harga internasional), alias disubsidi. Singkatnya: harga BBM murah karena disubsidi menyebabkan konsumsi BBM meningkat, menyebabkan impor naik, dan defisit naik. Sisi Lain Ekonomi : Impor minyak bumi 2012 naik karena produksi minyak bumi tahun 2012 anjlok sehingga kebutuhan dalam negeri harus

Kebijakan Harga BBM Sarat Kepentingan Politik - Konsumsi BBM Bersubsidi Masih Di bawah Kuota

Image
Wacana kenaikan harga BBM bersubsidi sudah dimulai sejak pertengahan Januari 2013. Menurut Kompas.com 14 Januari 2013, ada wacana dari kementerian ESDM untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000 per liter. Alasan kali ini adalah bukan karena harga minyak dunia melonjak, melainkan konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan akan membengkak melewati kuota 2013 sebesar 46 juta kiloliter. Apabila ini terjadi maka dapat dipastikan subsidi BBM akan melonjak dan dapat mengakibatkan APBN jebol. Pada 8 Maret 2013, pelaksana tugas Badan kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, seperti diberitakan di www.tempo.co (dengan judul Tambahan Subsidi BBM Bisa Mencapai Rp 30 triliun) , mengatakan konsumsi BBM bersubsidi dapat membengkak hingga 51 juta kiloliter. Bahkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan konsumsi BBM bersubsidi akan membengkak hingga 53 juta kiloliter. Alokasi subsidi BBM tahun ini didengungkan mencapai Rp 274 triliun. Bahkan banyak p

Apakah Masih ada Tempat Bagi Rakyat Kurang Mampu di Negeri Ini?

Apabila subsidi BBM untuk orang mampu dihapus kita dapat mengerti dan bahkan mendukung. Tetapi, kalau ada rencana KRL ekonomi dihilangkan, ini membuat kita semua tercengang, dan terheran-heran. Kalau fasilitas KRL tidak memadai, alias membahayakan keselamatan penumpang, seperti alasan yang dikemukakan, ya seharusnya fasilitas KRL-nya yang diperbaiki sampai tidak membahayakan penumpang, bukan meniadakannya. Salah satu tugas Pemerintah adalah menyediakan transportasi yang memadai, aman, dengan tarif terjangkau. Kalau terjangkaunya tariff transportasi untuk kalangan tertentu masih memerlukan subsidi, ya pemerintah harus mengalokasikan subsidi yang diperlukan. Karena, subsidi adalah satu mekanisme redistribusi pendapatan, bukankah begitu? Pertimbangan ekonomis yang akhirnya meniadakan KRL ekonomi dengan alasan keamanan penumpang tidak dapat diterima. Keselamatan penumpang harus menjadi prioritas utama. Kita harus menghargai nyawa saudara-saudara kita yang kurang beruntung dan kuran

Neraca dan Subsidi BBM: Kreativitas Fiskal dan Pembodohan Terhadap Masyarakat

(bagian 3 – selesai) Ringkasan bagian sebelumnya, Sultan Negeri RI bekerja sama dengan Mitra Asing mengelola tanah nan subur ini, dan menghasilkan 100 unit Produk MB per tahun dengan pembagian 30%, atau 30 unit, untuk Mitra Asing dan 70%, atau 70 unit, untuk Sultan. Pada awalnya, 70 unit Produk MB ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tetapi, perkembangan akhir-akhir ini cukup membuat Sultan pusing. Pasalnya, produksi dalam negeri t urun, sedangkan Mitra Asing ingin bagi hasil produksi dirubah akibat biaya kelola tanah (yang dinamakan cost recovery ) meningkat: bagi hasil yang pada awal kesepakatan sebesar 30% untuk Mitra Asing dan 70% untuk Sultan minta dirubah menjadi 33,33% (atau 1/3 bagian) untuk Mitra Asing dan 66,67% (atau 2/3 bagian) untuk Sultan. Selain itu, permintaan konsumsi Produk MB di dalam negeri juga meningkat terus sehingga kebutuhan dalam negeri tidak dapat lagi dipenuhi oleh produksi dalam negeri, tetapi harus dipenuhi juga dari impor. Neg

Neraca dan Subsidi BBM: Kreativitas Fiskal dan Pembodohan Terhadap Masyarakat

(bagian 2 – bersambung) Menjelang akhir tahun, harga Produk MB di pasar internasional naik lagi dengan pesat dan pada puncaknya mencapai Rp 3.000 per unit. Pembantu Sultan yang menangani masalah keuangan diminta kan nasehatnya bagaimana dampak kenaikan harga Produk MB di pasar internasional tersebut terhadap keuangan Sultan. Pembantu Keuangan Sultan mengerti bahwa Sultan harus menjual Produk MB kepada PT Pert a -MB berdasarkan harga internasional, yaitu Rp 3.000 per unit, tetapi, PT Pert a -MB harus menjualnya kepada masyarakat dengan harga Rp 1.000 per unit (yang disebut sebagai harga ber-“subsidi”). Penjualan Produk MB kepada PT Pert a -MB dengan harga pasar internasional, meskipun hanya sebagai ilusi, sudah dilakukan sejak lama (karena itulah yang selalu dikatakan oleh Pembantu Keuangan terdahulu, dengan alasan bahwa Sultan sesungguhnya dapat menjual Produk MB ke luar negeri dengan harga pasar internasional karena Produk MB sudah menjadi komoditas vital dunia yang paling

Neraca dan Subsidi BBM: Kreativitas Fiskal dan Pembodohan Terhadap Masyarakat

(bagian 1 – bersambung) Seorang Sultan dari Negeri RI memiliki tanah yang sangat subur tetapi awalnya tidak sadar atas karunia tersebut. Sultan didatangi oleh orang asing yang ingin mengelola tanah nan subur tersebut dengan cara bagi hasil dengan pembagian 30% untuk asing dan 70% untuk Sultan. Dari pengelolaan tanah tersebut diperoleh hasil sebanyak 100 unit Produk MB per tahun dengan pembagian 30 unit untuk pengelola (mitra asing) dan 70 unit untuk Sultan. Dengan demikian, Sultan memperoleh 70 unit MB tanpa mengeluarkan biaya sama sekali (biaya = Rp 0). Sultan merasa sangat beruntung dengan kerja sama tersebut. Sultan sadar bahwa Produk MB ini sangat dibutuhkan oleh rakyatnya, dan berjanji akan menggunakannya demi kepentingan, dan untuk kesejahteraan, Rakyat RI. Oleh karena itu, Sultan memutuskan untuk menjual Produk MB tersebut di dalam negeri dengan harga jual eceran Rp 1.000 per unit, sehingga Sultan memperoleh Pendapatan sebesar Rp 70.000 (untuk 70 unit), tanpa menge

Membedah Anggaran Migas: SUBSIDI tetapi SURPLUS

Image
Permasalahan migas (minyak bumi dan gas bumi) selalu menarik perhatian masyarakat luas, tetapi banyak dari mereka yang tidak mengerti permasalahan sebenarnya terutama terkait dengan istilah “subsidi” migas. Kita sering dengar pemerintah mengatakan bahwa subsidi migas sudah sedemikian besarnya dan mengkhawatirkan, dan bahkan dapat mengakibatkan APBN jebol. Apa Artinya pernyataan ini? Masyarakat awam pasti mengira bahwa pemerintah sedang mengalami DEFISIT terkait dengan (penerimaan dan pengeluaran) Migas, dan besarnya DEFISIT tersebut akan sebesar subsidi migas . Tetapi, sayang sekali, perkiraan mereka sangat bertolak belakang dengan kenyataan. Data realisasi anggaran keuangan negara tahun 2006 sampai 2011 (lihat tabel di atas) menunjukkan pemerintah mempunyai surplus Penerimaan Neto  dari sektor migas yang sangat besar, yaitu  Rp 137,1 triliun, Rp 85 triliun, Rp 149,5 triliun, Rp 130,8 triliun, Rp 129,2 triliun dan Rp 101,4 triliun.  Penerimaan Neto adalah penerimaan

Mari Belajar Berhitung – Masih Mengenai Migas

Image
Kalau harga minyak $100 per barel, nilai tukar rupiah Rp 9.300 per dolar, total produksi minyak 900.000 barel per hari, hak pemerintah dari total produksi 66,7%, jumlah hari produksi 365 hari, berapa rupiah penerimaan minyak pemerintah? Jawab: Rp 203,77 triliun, dengan perhitungan sebagai berikut: Tetapi, di dalam RAPBN 2013, pemerintah hanya memproyeksikan penerimaan Minyak Bumi sebesar Rp 120,9 triliun saja. Di mana kesalahan hitungan di atas? Hanya pemerintah yang dapat menjawabnya, dan kita tunggu penjelasan dari pemerintah. Salam Sejahtera.

Menggugat Istilah Subsidi Migas

Kalau Tuan A mempunyai penerimaan Rp 10 juta dan pengeluaran Rp 4 juta, berapa saldo keuangannya? Tentu saja Tuan A mempunyai surplus sebesar Rp 6 juta. Bagaimana kalau istilah "pengeluaran" Rp 4 juta tersebut kemudian diganti dengan istilah "subsidi", apakah hasilnya akan lain? Hasilnya tentu saja akan sama: dengan penerimaan Rp 10 juta dikurangi "subsidi" Rp 4 juta maka menghasilkan surplus Rp 6 juta. Tetapi, apabila istilah "pengeluaran" yang sudah diganti dengan "subsidi" tersebut dibaca tersendiri/terisolasi, maka kata "subsidi" di sini dapat memberi arti yang berbeda (dari pengeluaran). Apabila kita mendengar Tuan A memberi subsidi sebesar Rp 4 juta, maka kita berkhayal, Tuan A ada mengeluarkan uang tunai (dan mengalami defisit) sebesar Rp 4 juta . Padahal, semuanya tidak ada yang berubah karena pergantian istilah dari "pengeluaran" menjadi "subsidi": Tuan A masih tetap mempunyai surplus Rp 6 juta (

Neraca Perdagangan Defisit - Sebuah Gejala Deindustrialisasi?

Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar 1,7 miliar dolar AS pada tahun 2012.  Ini merupakan defisit yang pertama kali lagi sejak tahun 1961.  Salah satu penyebab defisit ini adalah kinerja sektor NON-MIGAS yang terpuruk, di mana surplus neraca perdagangan  turun sebesar 21,3 miliar dolar AS, yaitu dari surplus 25,2 miliar dolar AS tahun 2011 menjadi surplus 3,9 miliar dolar AS tahun 2012. Penurunan surplus NON-MIGAS yang sedemikian besarnya ini menandakan daya saing Industri kita menurun. Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi deindustrialisasi, yang dapat mengakibatkan,  antara lain, tingkat pengangguran naik, nilai tukar rupiah terdepresiasi, inflasi meningkat, serta  kesejahteraan menurun . Oleh karena itu, pemerintah harus bekerja keras untuk meningkatkan daya saing industri kita agar dapat bersaing di pasar internasional. Apabila tidak, Indonesia dapat dipastikan hanya akan menjadi pasar bagi produk negara-negara lainnya, terutama China, Korea Sel