Neraca dan Subsidi BBM: Kreativitas Fiskal dan Pembodohan Terhadap Masyarakat
(bagian 2 –
bersambung)
Menjelang akhir tahun, harga Produk MB di pasar internasional naik lagi dengan
pesat dan pada puncaknya mencapai Rp 3.000 per unit. Pembantu Sultan yang
menangani masalah keuangan dimintakan nasehatnya bagaimana dampak kenaikan harga Produk MB di pasar internasional tersebut terhadap keuangan
Sultan.
Pembantu Keuangan Sultan mengerti bahwa Sultan harus menjual Produk
MB kepada PT Perta-MB berdasarkan harga internasional, yaitu Rp 3.000 per unit, tetapi, PT
Perta-MB harus menjualnya kepada
masyarakat dengan harga Rp 1.000 per unit (yang disebut sebagai harga ber-“subsidi”). Penjualan Produk MB kepada
PT Perta-MB dengan
harga pasar internasional, meskipun hanya sebagai ilusi, sudah dilakukan sejak
lama (karena itulah yang selalu dikatakan oleh Pembantu Keuangan terdahulu,
dengan alasan bahwa Sultan sesungguhnya dapat menjual Produk MB ke luar negeri dengan harga
pasar internasional karena Produk MB sudah menjadi komoditas vital dunia yang
paling dicari).
Atas dasar asumsi harga jual tersebut,
Pembantu Keuangan Sultan mulai menghitung, dan sangat terkejut sekali melihat hasil hitungannya
sendiri. Dengan tergopoh-gopoh, Pembantu Keuangan menghadap Sultan dan
mengatakan apabila Sultan tidak menaikkan harga MB di dalam negeri maka Sultan
akan mengalami kesulitan keuangan, alias keuangan Sultan akan jebol, karena
Sultan harus menanggung beban ”Subsidi MB” yang sangat luar biasa besarnya, yaitu
dari Rp 108.000 menjadi Rp 150.000, naik hampir 50%, seperti terlihat dalam
perhitungan berikut:
Pembukuan
PT Perta-MB
Penjualan MB kepada masyarakat Rp 70.000 (70 unit @ Rp 1.000)
Pembelian MB dari Sultan Rp
210.000 (70 unit @ Rp 3.000) -/-
Rugi
Penjualan sebelum Biaya Operasional Rp
140.000
Biaya Operasional (Logistik, Distribusi, dll) Rp 10.000
+/+
Total kerugian yang harus di-“subsidi” Rp
150.000
“Subsidi” dari Sultan Rp
150.000 -/-
Total Rp 0 (nihil)
Melihat hasil perhitungan tersebut, Sultan
langsung tampil di depan publik dan berpidato (sambil berkeluh kesah) bahwa
sekarang ini keuangan Sultan sedang mengalami permasalahan yang sangat serius
akibat kenaikan harga Produk MB di pasar internasional. Beban “Subsidi MB” yang
harus ditanggung oleh Sultan menjadi sangat berat, dan oleh karena itu, Sultan
berharap Rakyat RI dapat memakluminya apabila harga Produk MB di dalam negeri dengan
terpaksa dinaikkan untuk menyelamatkan keuangan Sultan, seraya menambahkan:
“Sultan mana yang senang atau gembira menaikkan harga MB di pasar domestik?”
Sekali lagi, ekonom KKG terheran-heran
dibuatnya, dan tidak mengerti bagaimana kondisi di dalam negeri yang tidak
berubah dapat mengakibatkan “Subsidi MB” meningkat seiring dengan meningkatnya
harga internasional. Berdasarkan perhitungannya, Produk MB itu merupakan hasil
dari tanah nan subur milik sendiri, milik Rakyat RI, oleh karena itu, tidak ada
hubungannya dengan Produk MB di luar negeri, dan tidak ada hubungannya dengan
gejolak harga internasional. KKG sempat berpikir, jangan-jangan saya yang
bodoh sehingga tidak dapat mengikuti perhitungan yang disajikan oleh Para
Pembantu Sultan.
Dengan rasa heran dan penuh rasa ingin tahu,
KKG sekali lagi mengintip Nota Keuangan Sultan yang terbaru. Setelah
mempelajarinya, KKG terperangah karena melihat fakta bahwa sebenarnya Sultan
masih mengalami Laba (atau Surplus) sebesar Rp 60.000, persis sesuai
prediksinya, yaitu surplus tersebut tidak mengalami perubahan apapun
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. KKG mengutip hitungan dalam Nota
Keuangan Sultan terkait Produk MB yang kemudian disajikan seperti berikut ini:
Nota
Keuangan Sultan terkait Produk MB
Pendapatan (dari PT Perta-MB) Rp 210.000 (70
unit @ Rp 3.000)
“Subsidi MB” (kepada PT Perta-MB) Rp
150.000 (lihat pembukuan PT Pert-MB di atas) -/-
Laba (Surplus) Rp 60.000
Tetapi, siapa yang mau mendengar KKG yang
dianggap oleh banyak kalangan tidak mengerti permasalahan keuangan negara yang
sangat rumit. Melalui Perwakilan Para Rakyat, maka disetujui harga Produk MB di
pasar domestik naik dari Rp 1.000 per unit menjadi Rp 1.500 per unit untuk
mempersempit perbedaan harga domestik dengan harga internasional, demi menyelamatkan Anggaran
Keuangan Sultan.
Menurut Pembantu Keuangan Sultan, dampak
kenaikan harga domestik tersebut dapat mengurangi “Subsidi MB” dari Rp 150.000
menjadi Rp 115.000 (lihat hitungan di bawah), tetapi tetap lebih tinggi dari
jumlah “subsidi” sebelumnya yang sebesar Rp 108.000.
Pembukuan
PT Perta-MB
Penjualan MB kepada masyarakat Rp 105.000 (70 unit @
Rp 1.500)
Pembelian MB dari Sultan Rp
210.000 (70 unit @ Rp 3.000) -/-
Rugi
Penjualan sebelum Biaya Operasional Rp
105.000
Biaya Operasional (Logistik, Distribusi, dll) Rp 10.000
+/+
Total kerugian yang harus di-“subsidi” Rp
115.000
“Subsidi” dari Sultan Rp
115.000 -/-
Total Rp 0 (nihil)
Secara diam-diam, karena masih merasa tidak
mengerti alur pikirin Sultan serta pembantunya terkait “Subsidi MB”, sekali
lagi KKG mencoba melihat dampak kenaikan harga Produk MB di pasar domestik
terhadap Nota Keuangan Sultan, dan menemukan sebagai berikut:
Nota
Keuangan Sultan terkait Produk MB
Pendapatan (dari PT Perta-MB) Rp 210.000 (70
unit @ Rp 3.000)
“Subsidi MB” (kepada PT Perta-MB) Rp
115.000 (lihat pembukuan PT Perta-MB di atas) -/-
Laba (Surplus) Rp 95.000
Ternyata, setelah
kenaikan harga Produk MB di pasar domestik menjadi Rp 1.500 per unit, Laba (Surplus)
yang diperoleh Sultan mengalami kenaikan dari Rp 60.000 (sebelum kenaikan
harga) menjadi Rp 95.000. Kenaikan Surplus ini sebesar kenaikan harga domestik
dikalikan jumlah unit penjualan (Rp 500 x 70 unit = Rp 35.000).
KKG melihat bahwa konsep penyusunan anggaran
seperti yang disajikan oleh Sultan dengan istilah “Subsidi” merupakan
pembodohan yang luar biasa terhadap masyarakat, karena sebenarnya Sultan
mengalami Surplus dari pengeloaan tanah yang dilakukan Mitra Asing yang
menghasilkan Produk MB, meskipun harga jual di dalam negeri lebih rendah dari
harga internasional. Oleh karena itu, istilah “Subsidi MB” dapat dikatakan
pembohongan besar terhadap masyarakat.
Intinya, KKG mengatakan bahwa pengeluaran
“Subsidi MB” dalam Anggaran Belanja Sultan adalah tidak riil karena tidak ada uang
yang dikeluarkan. “Subsidi MB” ini akan dikompensasikan dengan penerimaan dari
PT Perta-MB (yang
juga tidak riil). Satu-satunya yang riil dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja
Sultan adalah Surplus (atau Laba) sebesar Rp 60.000 sebelum terjadi kenaikan
harga di pasar domestik, atau Rp 95.000 setelah terjadi kenaikan harga. Tetapi,
anehnya Surplus yang riil ini tidak pernah disebut secara eksplisit di dalam
Nota Keuangan Sultan, melainkan harus dicari dan dihitung sendiri, seperti yang
dilakukan oleh KKG. Benar-benar sebuah usaha pengaburan perhitungan yang
sempurna.
Nantikan Bagian
3 yang memasukkan unsur Impor .....
Comments
Post a Comment