Pernyataan Tidak Bermakna Bank Indonesia

Sering kali, para pejabat kita berbicara, atau membuat pernyataan, tanpa makna dan tanpa bisa dimengerti sama sekali. Sebagai contoh, mari kita simak Siaran Pers Bank Indonesia pada 12 Desember 2013 yang saya kutip di bawah ini.

“ …….. Bank Indonesia menilai tren perlambatan ekonomi domestik sejalan dengan arah kebijakan stabilisasi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam membawa pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang.”

Kalimat ini sungguh membuat alis kita berkerut karena tidak mengerti apa yang ingin dijelaskan oleh Bank Indonesia. Bagaimana perlambatan ekonomi domestik dapat membawa pertumbuhan ekonomi ke  arah yang lebih sehat dan seimbang? Apakah selama ini pertumbuhan ekonomi kita tidak sehat dan tidak seimbang, dan, oleh karena itu, harus diperlambat agar lebih sehat dan seimbang? Apa yang dimaksud dengan “sehat” dan “seimbang”? Apa kriterianya? Apakah karena neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan mengalami defisit berkepanjangan sehingga pertumbuhan ekonomi kita dikategorikan tidak sehat dan tidak seimbang? Apabila benar demikian, apakah kebijakan memperlambat pertumbuhan ekonomi yang dimaksud di atas (misalnya, melalui penaikan BI rate) dapat membuat pertumbuhan ekonomi kita ke arah yang lebih “sehat”. Dengan kata lain, apakah kebijakan menaikkan BI rate dapat mengurangi defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan? Bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih “seimbang”? Pernyataan seperti ini jelas tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti sama sekali. Seyogyanya, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter membuat pernyataan yang jauh lebih berkualitas, tegas dan jelas, daripada kalimat yang tidak dapat ditangkap isinya seperti di atas.

Kemudian, kalimat lain berbunyi:

“ …… Ke depan, Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga dapat mendukung penyesuaian ekonomi secara terkendali.”

Sekali lagi, kening kita berkernyit dalam membaca kalimat di atas karena tidak jelas dan sulit  dimengerti. Kalimat di atas menerangkan Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilia tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya. Pertanyaannya adalah, berapa nilai fundamental rupiah? Kalau tidak ada yang tahu, bagaimana kita menilai apakah Bank Indonesia sudah menjalankan tugasnya secara benar? Apakah nilai fundamental rupiah saat ini sekitar Rp 12.000 per dolar AS? Apakah nilai fundamental rupiah setahun yang lalu sekitar Rp 9.500 per Rp dolar AS? Berapa lama sekali nilai fundamental rupiah berubah? Faktor apa saja yang memengaruhi nilai fundamental rupiah? Apakah semudah itu menentukan nilai fundamental rupiah sehingga Bank Indonesia dapat terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya? Apakah “menjaga stabilitas nilai tukar rupiah” berarti Bank Indonesia akan intervensi mati-matian kalau nilai tukar rupiah terpuruk di bawah nilai fundamentalnya, atau sebaliknya, apabila nilai tukar rupiah naik di atas nilai fundamentalnya? Jadi, pernyataan di atas hanya retorik saja, tidak bermakna sama sekali.

Di samping itu, kalimat di atas juga mengatakan: …… nilai tukar rupiah yang sesuai dengan nilai fundamentalnya diharapkan dapat mendukung penyesuaian ekonomi secara terkendali. Sekali lagi Kita dibuat bingung membaca kalimat tersebut. Apa yang dimaksud dengan “penyesuaian ekonomi” dan apa yang dimaksud dengan “secara terkendali”? Apakah “penyesuaian ekonomi” berarti pelambatan ekonomi, atau pertumbuhan ekonomi, atau keduanya? Dan, bagaimana mengukur “terkendali”? Apakah penyesuaian ekonomi secara terkendali hanya dapat diperoleh apabila nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya? Kalau nilai tukar rupiah tidak sesuai dengan nilai fundamentalnya, apakah penyesuaian ekonomi menjadi tidak terkendali? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan kalimat di atas sangat tidak memadai untuk dimuat dalam Siaran Pers karena lebih banyak membingungkan dari pada menjelaskan.

Siaran Pers seharusnya memuat pesan yang sangat tegas dan jelas mengenai duduk permasalahan pokoknya. Kalimat di atas dapat menunjukkan Bank Indonesia tidak terlalu paham atas permasalahan pokok yang sedang terjadi, sehingga kalimat menjadi terbuka dan multitafsir.


--- 000 ---

Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial