Ekonomi 2014: Cenderung Kontraksi

Ekonomi Indonesia tahun 2013 melemah cukup signifikan dibanding perkiraan awal. Pada APBN 2013 pemerintah memperkirakan tingkat pertumbuhan ekonomi kita 6,8 persen dan nilai tukar rupiah Rp 9.300 per dolar AS. Pada perubahan APBN (APBN-P) 2013, prekiraan pertumbuhan ekonomi diturunkan menjadi 6,3 persen dan nilai tukar rupiah menjadi Rp 9.600 per dolar AS. Tetapi, realisasi kinerja ekonomi 2013 dipastikan jauh di bawah itu, yaitu antara 5,5 – 5,8 persen saja. Sedangkan realisasi nilai tukar rupiah bahkan jauh lebih buruk lagi. Pada 27 Desember 2013 nilai tukar rupiah tercatat Rp 12.321 per dolar AS (kurs jual Bank Indonesia). Di samping itu, defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan tahun ini juga semakin memburuk dibanding tahun 2012.

Kepanikan ekonomi di tahun 2013 membuat Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan (BI rate) hingga lima kali selama kurun waktu lima bulan, terhitung Juni sampai November 2013. BI rate saat ini sebesar 7,5 persen, dan kemungkinan masih dapat naik lagi mengingat nilai tukar rupiah masih cenderung melemah terus. Melihat kondisi perekonomian seperti ini, bagaimana prospek ekonomi tahun 2014, apakah akan membaik atau masih akan melanjutkan tren penurunan 2013?

Prediksi Local Institutions versus World Institutions
Pemerintah sepertinya sangat optimis terhadap ekonomi 2014. Tren penurunan ekonomi tahun ini tidak menghalangi pemerintah untuk memprediksi ekonomi tahun depan akan lebih baik dari tahun ini. Pemerintah memperkirakan ekonomi kita akan bertumbuh 6,0 persen pada 2014 seperti tertuang di APBN 2014. Pemerintah juga memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat menjadi Rp 10.500 per dolar AS. Seperti halnya pemerintah, Bank Indonesia juga menaruh optimisme cukup besar pada perekonomian kita tahun depan dengan perkiraan pertumbuhan antara 5,8 – 6,2 persen. Sementara itu, Bank Dunia dan IMF (International Monetary Fund) cukup berhati-hati dalam meramal perekonomian kita tahun 2014, yaitu masing-masing 5,4 persen dan 5,3 persen. Dengan demikian, terjadi perbedaan prediksi yang cukup besar antara prediksi local institutions dibanding dengan prediksi world institutions.

Menurut saya, pemerintah dan Bank Indonesia terlalu optimis dengan prediksi mereka. Melihat perkembangan indikator ekonomi makro terkini yang serba tidak mendukung pertumbuhan, timbul pertanyaan besar apakah mungkin ekonomi 2014 akan lebih baik dari 2013. Pada beberapa kesempatan, kementerian keuangan dan Bank Indonesia bahkan mengakui bahwa ekonomi kita akan mengalami pelambatan (yang memang disengaja melalui kebijakan moneter ketat). Lalu, bagaimana mungkin pelambatan ekonomi yang idsengaja ini dapat menciptakan pertumbuhan yang lebih baik dari tahun ini? Oleh karena itu, prediksi ekonomi tahun 2014 versi local institutions bukan saja terlalu optimis tetapi juga kontradiktif antara fakta kebijakan dengan perbuatan (baca: prediksi): kebijakannya pelambatan ekonomi, tetapi prediksinya pertumbuhan meningkat. Bukankah ini kontradiktif?

Prediksi Ekonomi 2014
Untuk itu, mari kita lihat faktor apa saja yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi agar kita dapat melihat prediksi ekonomi menjadi lebih transparan. Pertama, BI rate dan suku bunga pinjaman tahun 2014 akan jauh lebih tinggi dari 2013, dengan kemungkinan BI rate ini masih akan naik lagi pada awal tahun depan. Hal ini tentu saja akan membuat pertumbuhan ekonomi tahun 2014 melambat: pertumbuhan kredit berkurang, investasi melambat. Di samping itu, kenaikan suku bunga juga akan menahan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat karena suku bunga yang tinggi cenderung membuat masyarakat menunda konsumsi dan lebih memilih menabung. Sektor perumahan dan otomotif akan terkena dampak yang cukup serius, selain barang-barang tahan lama lainnya (durable goods) yang biasanya dibeli dengan cara kredit. Oleh karena itu, pertumbuhan konsumsi masyarakat tahun 2014 diperkirakan juga akan melambat.

Kemudian, bagaimana dengan nilai tukar rupiah yang merosot hingga Rp 12.300 per dolar AS? Apa dampaknya terhadap ekonomi kita? Merosotnya nilai tukar rupiah dapat memberi dampak positif dan negatif terhadap perkembangan ekonomi. Dampak negatifnya, merosotnya nilai tukar rupiah akan membuat harga barang yang mempunyai komponen impor akan menjadi lebih mahal, dan oleh karena itu akan mengurangi permintaan terhadap barang tersebut. Sekali lagi, konsumsi akan tertahan. Dampak positifnya, merosotnya nilai tukar rupiah akan membuat permintaan impor berkurang dan permintaan ekspor naik. Artinya, rupiah yang murah akan memperbaiki neraca perdagangan. Dan, ini diperlukan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan yang cenderung melemah terus. Tetapi, defisit neraca perdagangan juga tergantung dari perkembangan harga komoditas utama ekspor kita, khususnya kelapa sawit (CPO), batubara dan karet. Saya perkirakan harga komoditas ekspor tersebut masih akan tertekan akibat pengurangan stimulus (QE tapering) oleh The FED (Bank Sentral AS) yang, menurut saya, masih akan berlanjut di tahun 2014. Benar, pengurangan stimulus tersebut akan berakibat pada penurunan harga komoditas. Per saldo, manfaat penurunan nilai tukar rupiah mungkin tidak terlalu besar pada pengurangan defisit neraca perdagangan apabila pada saat bersamaan harga komoditas andalan ekspor juga melemah.

Dari uraian di atas terlihat, tidak ada alasan kuat mengapa ekonomi tahun 2014 akan lebih baik dari 2013.  Satu-satunya alasan yang cukup masuk akal adalah, perkiraan membaiknya perekonomian dunia, terutama Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang diharapkan akan meningkatkan permintaan ekspor. Itupun tidak akan berdampak terlalu signifikan untuk dapat mengkompensasikan dampak negatif kenaikan suku bunga. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor diatas maka saya perkirakan ekonomi 2014 hanya akan bertumbuh sekitar 4,5 hingga 5,0 persen. Kemungkinan besar tapering off tahap II akan berlanjut lagi di semester I 2014, hal mana akan mengakibatkan nilai tukar rupiah merosot lagi. Dan saya perkirakan nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp 12.000 – Rp 13.500  per dolar AS, setidak-tidaknya untuk semester pertama 2014. Kalau Bank Indonesia menaikkan BI rate lagi, maka pertumbuhan ekonomi 2014 dapat terancam menjadi lebih buruk lagi.

Pesta Demokrasi dan Pertumbuhan Ekonomi – A Wishful Thinking
Banyak pihak berpendapat, pesta demokrasi tahun 2014 akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lumayan, ada yang memperkirakan dapat mencapai hingga 0,3 persen. Menurut saya, hal ini sangat berlebihan dan penuh dengan spekulatif. Untuk memperoleh pertumbuhan 0,1 persen mungkin diperlukan sekitar Rp 45 triliun tambahan konsumsi neto (= konsumsi baru). Artinya, bukan dari peningkatan konsumsi yang berasal dari substitusi atau pengalihan konsumsi lainnya: semua pengeluaran pemilu yang berasal dari dana APBN tidak akan menambah pertumbuhan ekonomi karena pengeluaran ini bersifat substitusi yang dialihkan dari sumber pengeluaran lainnya: belanja KPU tidak menambah pertumbuhan ekonomi; belanja partai yang berasal dari APBN juga tidak menambah pertumbuhan ekonomi. Belanja kampanye calon legislatif juga tidak menambah pertumbuhan ekonomi apabila belanja kampanya tersebut hanya subsititusi dari belanja lainnya saja, bukan dari savings mereka. Dana kampanya yang berasal dari sumbangan masyarakat kemungkinan besar juga merupakan subsititusi belanja lainnya. Kalau kita menyumbang Rp 1 juta untuk dana kampanye, besar kemungkinan dana tersebut kita ambil dari anggaran belanja rutin kita. Dalam hal ini, belanja kampanye tidak akan menambah pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, pemilihan presiden di Amerika Serikat (AS) yang menelan biaya yang sangat luar biasa besarnya tidak serta merta membuat perekonomian AS meningkat.

Sejauh ini, kebijakan ekonomi pemerintah, baik moneter maupun fiskal, tidak terlihat dapat menstimulasi ekonomi. Kebijakan tersebut bahkan cenderung kontraksi melalui kebijakan uang ketat dengan menaikkan suku bunga cukup tinggi. Oleh karena itu, tidak ada alasan mengapa pertumbuhan ekonomi 2014 akan lebih baik dari 2013. Kita hanya bisa berharap agar harga komoditas bisa segera naik lagi sehingga dapat mengurangi defisit neraca perdagangan, dan ekonomi kita terhindar dari keterpurukan yang lebih dalam.


--- 000 ---

Comments

  1. HI Tony, I just found your blog. It is nice to read your opinion about Indonesian economy. I think the real danger to Indonesian economy are expected rise in interest rate on international capital markets, hedge fund managers(hit and run base ball players), a big current account deficit specially its interest and dividend payments on its foreign capital imports, real interest rate parity, slowing economic growth of its main trading partners(Japan, China, Singapore, South Korea, .. etc),
    Wish you and your family a very happy and healthy new year 2014.

    ReplyDelete
  2. Hi Alam, thank you for the comment.Hope you all are fine.
    I wish you and your family a very Happy New Year 2014. May every day of the new year glow with good cheer and happiness.

    ReplyDelete
  3. Dear Tony, Thanks a lot for your good wishes. Hope to see you some day. Best wishes and warm regards from all of us to all of you.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial