Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia, per Liter: Premium Rp 4.500, Pertamax Rp 6.900, Pertamax Plus Rp 7.650

Tren harga minyak mentah dunia masih terus menurun. Di kebanyakan negara, penurunan harga minyak mentah dunia ini diikuti oleh penurunan harga BBM di SPBU (pump station). Di Amerika Serikat yang dikenal dengan negara yang sangat kapitalis, harga rata-rata mingguan BBM (gasoline) jenis “Pertamax” (=Regular Gasoline) per 29 Desember 2014 turun lagi dibanding minggu sebelumnya, yaitu dari 2,403 dolar AS per galon menjadi 2,299 dolar AS per galon. Lihat Gambar 1.
Gambar 1: Harga Rata-Rata Mingguan Regular Gasoline (sejenis Pertamax) di Amerika Serikat
Dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia per 30 Desember 2014 sebesar Rp 12.436 per dolar AS, maka harga rata-rata mingguan “Pertamax” di Amerika Serikat tersebut setara dengan Rp 7.554 per liter, sudah termasuk laba dan pajak BBM. Lihat tabel 1.
Tabel 1: Harga Rata-Rata Mingguan “Pertamax” Amerika Serikat, Termasuk Pajak BBM dan Laba
Apabila tidak termasuk pajak BBM (tetapi masih mengandung laba), maka harga rata-rata mingguan Pertamax di Amerika Serikat tersebut setara dengan Rp 5.934 per liter, atau sekitar 30 persen lebih murah dari harga Premium “bersubsidi” Indonesia yang dijual dengan harga Rp 8.500 per liter, dengan kualitas yang jauh lebih rendah dari Pertamax. Lihat tabel 2.
Tabel 2: Harga Rata-Rata Mingguan “Pertamax” Amerika Serikat Tanpa Pajak BBM
Sangat ironis sekali, harga “Pertamax” Amerika Serikat sudah jauh lebih murah dari harga BBM Premium Indonesia. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah menurunkan harga BBM di Indonesia, baik jenis Premium maupun Pertamax dan Pertamax Plus yang harganya sudah jauh lebih mahal dari harga BBM sejenis di Amerika Serikat.

Pertanyaannya, berapa harga BBM yang pantas dikenakan kepada konsumen/rakyat Indonesia?

Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia
Berikut ini analisis dan usulan saya berapa harga BBM yang pantas dikenakan bagi Rakyat Indonesia. Saya menggunakan referensi harga BBM di Amerika Serikat sebagai dasar perhitungan karena harga tersebut sudah nmengandung laba, dan tidak “disubsidi”.

Harga BBM “Bersubsidi” Premium Yang Pantas: Rp 4.500 per Liter
Pemerintah mewacanakan untuk memberi “subsidi BBM” dengan skema jumlah nominal tetap, misalnya Rp 1.000 per liter. Kalau kita mengikuti skema “subsidi” ini maka harga BBM jenis Premium di Indonesia seharusnya tidak lebih dari Rp 5.000 per liter, atau antara Rp 4.500 – Rp 5.000 per liter. Perhitungannya adalah sebagai berikut: Harga Pertamax di Amerika Serikat setara dengan Rp 5.934 per liter, dibulatkan menjadi Rp 6.000 per liter.

BBM jenis Premium seharusnya lebih murah dari Pertamax, sekitar setidak-tidaknya Rp 500 per liter, sehingga harga BBM jenis Premium “tanpa subsidi” maksimal Rp 5.500 per liter. Apabila pemerintah memberi “subsidi” Rp 1.000 per liter, maka harga BBM jenis Premium menjadi Rp 4.500 per liter. Apabila pemerintah hanya memberi “subsidi” Rp 500 per liter, maka harga BBM jenis Premium menjadi Rp 5.000 per liter.

Total subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk skema subsidi di atas sangat kecil sekali, yaitu hanya Rp 20 triliun hingga Rp 40 triliun per tahun, dengan asumsi konsumsi BBM jenis Premium sebanyak 40 juta kiloliter per tahun:
  • Rp 500/liter dikali 40 juta kiloliter (40 miliar liter) = Rp 20 triliun;
  • Rp 1.000/liter dikali 40 juta kiloliter (40 miliar liter) = Rp 40 triliun.

Harga Pertamax Yang Pantas: Rp 6.900 per Liter
Harga “Pertamax” di Amerika Serikat saat ini setara dengan Rp 6.000 per liter (dibulatkan). Indonesia mengenakan pajak BBM sebesar 15% (5 persen pajak bahan bakar minyak kendaraan bermotor + 10 persen PPN), atau sekitar Rp 900 per liter. Untuk itu, harga Pertamax rata-rata di Indonesia seharusnya hanya sekitar Rp 6.900 per liter. Namun, harga Pertamax di Jakarta (di SPBU Pertamina dan Shell) saat ini 30 Desember 2014, Rp 9.950 per liter, atau sekitar 44 persen lebih mahal dari harga referensi Amerika Serikat!!! Luar Biasa, Indonesia Hebat.

Harga Pertamax Plus Yang Pantas: Rp 7.650 per Liter
Harga “Pertamax Plus” di Amerika Serikat saat ini setara dengan Rp 6.650 per liter. Apabila ditambah Pajak BBM sebesar 15% (5 persen pajak bahan bakar kendaraan bermotor + 10 persen PPN), atau sekitar Rp 1.000 per liter, maka harga Pertamax Plus rata-rata di Indonesia seharusnya hanya sekitar Rp 7.650. Faktanya, harga Pertamax Plus di SPBU Pertamina di Jakarta saat ini, 30 Desember 2014, sekitar Rp 11.100 per liter, atau sekitar 45 persen lebih mahal dari harga referensi Amerika Serikat!!! Harga Pertamax di SPBU Shell bahkan lebih mahal , yaitu Rp 11.450 per liter!!! Sekali lagi, Luar Biasa, Indonesia Hebat.

Di mana YLKI?
Dengan perbedaan harga yang begitu tajam antara Amerika Serikat versus Indonesia, kita bertanya-tanya, masih adakah perlindungan terhadap konsumen, khususnya konsumen BBM, di Indonesia? Apakah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) masih hadir di bumi pertiwi ini untuk melindungi konsumen BBM? Apakah dengan hanya ada beberapa produsen BBM di Indonesia (Pertamina, Shell, Total, (Petronas)) tidak mungkin terjadi kartel? Mohon perhatian dari YLKI.

--- 000 ---

Silahkan retweet tulisan ini apabila Anda suka.
Follow @AnthonyBudiawan untuk berita ekonomi, keuangan dan kebijakan publik terkini.

Comments

  1. tidak ada penjelasan kenapa harga bbm indonesia harus mengikuti amerika

    ReplyDelete
  2. Harga BBM di Amerika tidak disubsidi dan sudah mengandung laba. Jadi, seharusnya harga BBM yang wajar lebih kurang akan sama dengan harga di sana, kecuali perbedaan pengenaan pajak BBM. Apabila harga BBM di suatu negara jauh lebih tinggi dari harga di Amerika tersebut, maka dapat disimpulkan terjadi over-priced.

    ReplyDelete
  3. Harga dasar (sebelum laba) dan biaya distribusi antara Amerika dan Indonesia sama?

    ReplyDelete
  4. Hampir sama, perbedaan tidak signifikan

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial