Target Penerimaan Pajak 2015 Tidak Tercapai, Pertumbuhan Ekonomi Q2 2015 Melemah

Tulisan ini merupakan bagian 2 dari tulisan berserial yang diambil dari makalah “Anomali Perpajakan Indonesia: Perpajakan dan Pertumbuhan Ekonomi 2015” yang saya sampaikan pada seminar nasional yang diselenggarakan oleh Kwik Kian Gie School of Business pada 16 Juni 2015.

Baca juga Bagian 1: Perpajakan dan Kebijakan Fiskal: ‘Blunder’ APBNP 2015, http://bit.ly/1fm2ZPl

Pemerintah menetapkan target penerimaan pajak (tanpa PPh Migas) 2015 naik 38,69 persen dari realisasi penerimaan pajak 2014. Kita bertanya-tanya apa dasar penyusunan target tersebut sehingga bisa tinggi seperti itu? Padahal kondisi ekonomi global sedang tidak menentu dan cenderung melemah. Harga komoditas yang merupakan andalan ekspor Indonesia juga belum membaik. Nilai Rupiah juga masih mengalami tekanan akibat kemungkinan penaikan suku bunga AS, yang cepat atau lambat pasti akan terjadi, yang dapat memicu dolar AS keluar dari emerging market termasuk Indonesia. Mengingat kondisi ekonomi yang tidak menentu seperti digambarkan di atas, bagaimana pemerintah dapat menetapkan target pajak setinggi itu? Komponen pajak apa saja yang naik? Tabel di bawah ini memuat target penerimaan pajak 2015 dan realisasi 2014.


Pajak Penghasilan (PPh)
Dari tabel dapat dilihat target penerimaan PPh Non Migas naik 37,31 persen, dimotori oleh kenaikan PPh pasal 25/29 Badan sebesar Rp 71,6 triliun atau 47,96 persen. Selain itu, PPh final ditargetkan naik pesat dengan kenaikan 45,26 persen, dan PPh impor diperkirakan akan tumbuh 44,78 persen. PPh karyawan (Pasal 21) yang rata-rata naik hanya 11,40 persen selama periode 2008-2012 kini ditargetkan naik 20,07 persen.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 
Target kenaikan PPN dan PPnBM (Pajak penjualan Barang Mewah) 2015 bahkan lebih dahsyat dari PPh Nonmigas, dengan target kenaikan 40,95 persen. PPN dalam negeri maupun impor naik luar biasa: 40,35 persen dan 36,25 persen. Penjualan barang mewah diprediksi naik hingga dua kali lipat: PPnBM dalam negeri naik 88,94 persen dan PPnBM impor naik 101,50 persen!

Benar-benar sulit dipercaya, bagaimana mungkin target penerimaan pajak dapat meningkat sedemikian tingginya? Apakah benar target pajak ini dapat tercapai? Bagaimana cara mencapainya? Kalau tidak tercapai, apa konsekuensinya terhadap ekonomi? Untuk itu coba kita lihat bagaimana pencapaian penerimaan pajak sejauh ini.

----------

Realisasi penerimaan pajak (termasuk PPh Migas) sampai 31 Mei 2015 hanya mencapai Rp 377,0 triliun atau 29,31 persen dari target penerimaan pajak 2015 sebesar Rp 1.294,3 triliun. Sedangkan realisasi penerimaan pajak tanpa PPh Migas per 31 Mei 2015 lebih rendah lagi, yaitu hanya 28,91 persen saja atau Rp 359,8 triliun. Lihat dua baris terakhir tabel di bawah ini. Sebagai perbandingan, pencapaian realisasi penerimaan pajak 2014 untuk periode yang sama (hingga 31 Mei) sekitar 36 persen. Meskipun demikian, realisasi penerimaan pajak sepanjang 2014 hanya mencapai 91,7 persen dari target.
Dilihat dari realisasi pencapaian per 31 Mei 2015 yang sangat rendah sekali maka hampir dapat dipastikan target penerimaan pajak 2015 secara keseluruhan tidak akan tercapai: realisasi penerimaan PPh Non Migas baru mencapai 34,25 persen, sedangkan PPN dan PPnBM jauh lebih rendah lagi, yaitu hanya mencapai 24,57 persen.

Pencapaian penerimaan pajak tertinggi diperoleh PPh 25/29, Orang Pribadi (58,96 persen) dan Badan (37,48 persen). Hal ini terjadi karena dampak dari pelaporan SPT tahunan yang jatuh pada bulan April, di mana kurang bayar laba tahun 2014 dilaporkan dan dibayar pada bulan April 2015. Karena laba tahun 2014 secara umum lebih tinggi dari laba tahun 2013 maka penerimaan pajak bulan April 2015 lebih tinggi dari bulan April 2014. Meskipun demikian, pencapaian PPh 25/29 badan hingga 31 Mei 2015 hanya 37,48 persen dari target, sungguh masih sangat rendah.

----------

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014, realisasi penerimaan pajak (tanpa PPh Migas) sampai 31 Mei 2015 hanya naik 3,14 persen. Secara keseluruhan realisasi penerimaan pajak untuk periode Jan-Mei 2015 bahkan 2,44 persen lebih rendah dari realisasi Jan-Mei 2014. Benar-benar sungguh memprihatinkan. Lihat tabel di bawah.

Dari tabel juga dapat dilihat bahwa aktivitas ekonomi sampai 31 Mei 2015 turun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014. Hal ini dapat dilihat dari penerimaan PPN Dalam Negeri yang turun sebesar 1,93 persen. Aktivitas impor anjlok (PPN impor minus 10,72 persen) dan penjualan barang mewah selama lima bulan pertama tahun ini juga jauh lebih rendah dari tahun 2014, baik penjualan barang mewah dalam negeri (minus 8,53 persen) maupun impor (minus 28,38 persen). PPN adalah pajak yang dipungut berdasarkan konsumsi (atau penjualan). Oleh karena itu, penurunan PPN dapat diartikan aktivitas ekonomi (konsumsi, penjualan) turun.

PPh 25/29 Badan untuk periode Jan-Mei 2015 hanya bertumbuh 11,17 persen dari periode yang sama tahun lalu, jauh lebih rendah dari target kenaikan yang ditetapkan sebesar 47,96 persen. Sedangkan realisasi penerimaan PPh 21 hanya naik 9,10 persen dari tahun lalu, jauh di bawah target 20,07 persen, dan masih di bawah rerata 2008-2012 sebesar 11,40 persen.

Dilihat dari realisasi penerimaan pajak periode Jan-Mei 2015 yang secara keseluruhan masih minus 2,44 persen dari realisasi penerimaan untuk periode yang sama 2014 maka dapat dikatakan target pajak 2015 mustahil dapat tercapai.

----------

Untuk periode Januari-Mei 2015, realisasi penerimaan pajak turun 2,44 persen diabndingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu. Apakah penurunan ini terjadi di Q1 2015 atau Q2 (April dan Mei) 2015. Untuk itu lihat tabel di bawah ini.
Dari tabel dapat dilihat bahwa realisasi penerimaan PPh Non Migas jauh lebih tinggi di periode Q2, April dan Mei, 2015 (21,51 persen) daripada di periode Q1 2015 yang hanya naik 1,00 persen. Peningkatan ini didukung oleh melonjaknya penerimaan PPh, khususnya Ps 25/29, pada Aprl dan Mei 2015 dibandingkan dengan Q1 2015. Sekali lagi peningkatan ini karena efek SPT tahunan yang jatuh pada bulan April: penerimaan pajak termasuk PPh Migas pada April dan Mei (2 bulan) 2015 sangat besar sekali hingga mencapai Rp 178,8 triliun. Penerimaan ini hanya selisih sedikit dengan realisasi penerimaan pada Q1 (3 bulan) 2015 sebesar Rp 198,2 triliun. Lihat tabel, baris paling bawah. Meskipun demikian, penerimaan pada April dan Mei 2015 hanya meningkat 1,35 persen dari periode April dan Mei 2014. Sangat tidak signifikan sekali karena pada April dan Mei 2014 juga terjadi lonjakan penerimaan.

Tetapi, perlu dicatat bahwa peningkatan penerimaan PPh Ps 21 pada April dan Mei 2015 hanya naik 7,13 persen, lebih rendah dari realisasi penerimaan PPh 21 pada Q1 2015 (10,62 persen). Lihat baris kedua pada tabel. Apakah ini menandakan telah terjadi pengurangan pekerja sehingga pertumbuhan penerimaan PPh 21 melambat?

Yang sangat memprihatinkan adalah penurunan penerimaan PPN dalam negeri pada April dan Mei 2015 yang mencapai minus 7,78 persen. Sedangkan penerimaan pada Q1 2015 masih naik 2,86 persen dibandingkan dengan Q1 tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi pada April dan Mei 2015 mengalami penurunan yang cukup tajam dibandingkan Q1 2015. Aktivitas impor April dan Mei 2015 juga turun tajam dibandingkan Q1 2015: PPN impor April dan Mei 2015 (y.o.y) turun 14,57 persen, sedangkan Q1 2015 (y.o.y) turun 7,99 persen.

Kesimpulan: Pertumbuhan ekonomi Q2 2015 nampaknya jauh lebih buruk dari Q1 2015 yang bertumbuh 4,71 persen. Hal ini tercermin dari penurunan penerimaan PPN pada April dan Mei 2015 dibandingkan dengan Januari-Maret 2015. Apakah pertumbuhan Q2 2015 akan lebih rendah dari 4,0 persen? Untuk itu kita harus bersabar menunggu BPS (Badan Pusat Statistik) mempublikasikan pertumbuhan ekonomi Q2 pada awal Agustus 2015.

Konsekuensi: Tidak tercapainya target penerimaan pajak 2015 akan memberi dampak serius pada APBN dan pertumbuhan ekonomi. Target defisit pada APBNP pada awalnya diperkirakan 1,9 persen dari produk Domestik Bruto (PDB). Kalau penerimaan tidak tercapai maka defisit ini dapat membengkak melebihi batas defisit yang diperbolehkan oleh undang-undang, yaitu sebesar 3 persen dari PDB. Oleh karena itu pemerintah terpaksa harus memangkas belanja negara agar defisit tidak melebihi 3 persen. Pemangkasan belanja negara berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi lebih dalam, yang pada gilirannya dapat memicu krisis ekonomi.

Bersambung ke Bagian 3 ... tentang stimulus fiskal dan kebijakan penyelamatan ekonomi 2015.

--- 000 ---

Comments

  1. ini sumbernya dari mana? trimakasih

    ReplyDelete
  2. Sumber utama dari Direktorat Jenderal Pajak, diolah

    ReplyDelete
  3. apakah ada untuk tahun 2012 dan 2013 nya? mohon bantuannya, terima kasih.

    ReplyDelete
  4. Boleh minta link sumber penerimaan pajak untuk tahun 2013-2015 nya?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial