Renungan Pajak: Terendah tetapi Bangga?

Seperti diberitakan di berbagai media online, Menteri Keuangan bangga dengan pencapaian penerimaan pajak 2015 yang katanya tembus Rp 1.000 triliun pada 25 Desember yang lalu, meskipun pencapaian penerimaan pajak tersebut jauh di bawah target yang ditetapkan pemerintah di APBNP 2015 yang sebesar Rp 1.294,26 triliun, atau hanya sekitar 77 persen dari target yang ditetapkan, yang artinya konon merupakan pencapaian penerimaan persentase terendah sepanjang sejarah RI.

Lihat:
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151228142333-78-100720/2015-sisa-lima-hari-penerimaan-pajak-tembus-rp1000-triliun/

Terendah kok bangga?

Menurut berita, Menteri Keuangan bangga karena penerimaan pajak sejauh ini mencetak rekor tertinggi dengan mencapai Rp 1.000 triliun, atau lebih tinggi dari pencapaian tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp 985 triliun.

Pendapat ini sesungguhnya merupakan penyesatan opini atau pembodohan terhadap masyarakat yang luar biasa. Bayangkan, Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito sempat mengundurkan diri pada awal Desember 2015 sebagai bentuk tanggung jawab Beliau karena realisasi penerimaan pajak tidak tercapai, dan sangat jauh di bawah target.

Kalau target penerimaan pajak tidak tercapai, hal ini sebenarnya bukan hal yang luar biasa dan sudah sering terjadi beberapa tahun belakangan ini. Tetapi, kalau realisasi pencapaian pajaknya jauh, sangat jauh, di bawah target seperti yang terjadi tahun ini, maka hal ini merupakan rekor terendah tersendiri, dan mengakibatkan Dirjen Pajak mengundurkan diri. Bagaimana Menkeu bisa mengatakan bangga dengan kondisi seperti ini? Sungguh sangat menyesatkan.

Menkeu bangga karena realisasi penerimaan pajak tahun ini (2015) tembus Rp 1.000 triliun yang mana merupakan rekor tertinggi penerimaan pajak sepanjang sejarah. Apakah ini patut dibanggakan? Secara alami, penerimaan pajak akan mencetak rekor tertinggi setiap tahunnya, siapapun pemerintahannya, karena adanya pertumbuhan ekonomi dan juga inflasi sehingga memicu penerimaan pajak pada tahun tertentu akan lebih tinggi dari tahun sebelumnya, kecuali ketika terjadi krisis ekonomi di mana pemerintah mencoba memberi stimulus fiscal untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi pada 2009 sewaktu krisis finansial global melanda dunia di mana pemerintahan SBY ketika itu memberi stimulus fiscal yang luar biasa besarnya, yaitu 1,3 persen dari PDB, sehingga penerimaan pajak 2009 lebih rendah dari penerimaan pajak 2008. Di luar itu, setiap tahun penerimaan pajak akan mencetak rekor tertinggi karena selalu lebih tinggi dari tahun sebelumnya Lihat tabel di bawah ini.



Meskipun lebih tinggi, pertumbuhan penerimaan pajak 2015 hanya 1,53 persen saja dari 2014, yang mana merupakan pertumbuhan terendah (sepanjang sejarah) kecuali pada tahun 2009 (atau pada saat krisis ekonomi terjadi). Dengan demikian, di mana letak kebanggaannya? Sekali lagi, ini merupakan penyesatan opini atau pembodohan terhadap masyarakat.



--- 000 ---

Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial