Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Q4 2015, dan 2016

Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 3 kuartal (Januari – September) 2015 tercatat 4,71 persen, jauh lebih rendah dari target pertumbuhan yang ditetapkan pemerintah pada APBN-P 2015 yang sebesar 5,7 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi per kuartal adalah 4,72 persen (Q1 2015), 4,67 persen (Q2 2015), dan 4,73 persen (Q3 2015). Lihat tabel di bawah ini.
Tabel 1: Pertumbuhan Ekonomi Januari – September 2015 per Kuartal
Dengan adanya sedikit peningkatan ekonomi di Q3 2015 ini, pemerintah mengatakan bahwa ekonomi Indonesia sudah mulai bangkit.

Apa benar ekonomi Indonesia sudah mulai bangki?

Saya rasa terlalu prematur untuk mengatakan ekonomi kita sudah mulai bangkit pada semester ini. Saya malah melihat ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada Q4 ini akan melemah lagi, dan dapat menjadi kejutan bagi kita semua. Indikasinya adalah sebagai berikut.

Seperti kita ketahui, salah satu faktor penunjang pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 ini adalah penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu secara riil turun 1,66 persen pada Q2 2015 (y.o.y) dan 1,33 persen pada Q3 2015 (y.o.y). Secara kumulatif, penurunan impor ini memberi kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 2015, yaitu 1,18 persen. Lihat kolom terakhir tabel 1 di atas. Sedangkan anjloknya ekspor hanya mengurangi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,13 persen saja. Hal ini sebenarnya cukup mengherankan mengingat ekspor kita selama sembilan bulan pertama 2015 ini juga turun cukup besar. Lihat kolom terakhir tabel 1 di atas.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Q4 2015
Setelah mengalami penurunan tajam sampai Q3 2015, impor pada Q4 ini diperkirakan akan mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari neraca perdagangan November 2015 yang mulai mengalami defisit (346,4 juta dollar AS) lagi setelah 10 bulan berturut-turut mengalami surplus.  Lihat tabel 2.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah defisit ini disebabkan oleh defisit pada sektor nonmigas sebesar 287,8 juta dollar AS, yang mana dapat menjadi tanda bahwa produk Indonesia kurang kompetitif di pasar internasional. Terakhir kali terjadi defisit pada neraca perdagangan nonmigas adalah April 2014. Lihat tabel 3. Di samping itu, defisit ini juga dikhawatirkan akan berlanjut di periode-periode mendatang mengingat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan segera berlaku efektif pada awal tahun 2016. 
Tabel 2: Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Migas dan Nonmigas 2015
Tabel 3: Ekspor-Impor dan Neraca Perdagangan Migas dan Nonmigas 2014 
Sebaliknya, ekspor nonmigas pada November 2015 malah turun tajam dibandingkan dengan November 2014, yaitu turun Rp 1,9 miliar dollar AS, atau turun 16,75 persen. Sedangkan impor nonmigas pada November 2015 hanya turun 699,3 juta dollar AS saja, atau turun 6,62 persen, dibandingkan dengan November 2014. Lihat tabel 4.
Tabel 4: Ekspor dan Impor Nonmigas November 2015 versus November 2014
Dari data di atas dapat dilihat bahwa kontribusi perdagangan internasional (ekspor minus impor) pada pertumbuhan ekonomi Q4 ini diperkirakan akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi ekspor-impor pada 3 kuartal pertama 2015.

Selain itu, belanja pemerintah pada Q4 ini juga diperkirakan akan jauh lebih rendah dari Q3 2015 seiring dengan rendahnya realisasi penerimaan pajak 2015 yang diperkirakan hanya dapat mencapai sekitar 75 persen – 80 persen dari target penerimaan pajak yang ditetapkan di APBN-P 2015, atau akan terjadi shortfall sekitar Rp 250 triliun hingga Rp 300 triliun.

Oleh karena itu, masih terlalu dini mengatakan bahwa kinerja ekonomi Indonesia sudah mulai bangkit kembali hanya karena pertumbuhan ekonomi pada Q3 2015 (4,73 persen) sedikit lebih baik dari Q2 2015 (4,67 persen). Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi pada Q3 yang lalu sangat dipengaruhi oleh anjloknya impor, yang sekarang mulai meningkat lagi dan menekan pertumbuhan ekonomi mendatang.

Saya tidak terkejut kalau pertumbuhan ekonomi Q4 2015 ini tidak lebih besar dari 4,5 persen, bahkan jauh di bawah itu.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2016
Pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3 persen seperti tertuang pada APBN 2016, cukup tinggi dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi 2015 yang diperkirakan hanya sekitar 4,5 – 4,7 persen saja. Faktor apa saja yang membuat pemerintah begitu optimis dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3 persen? Tahun lalu, ketika realisasi pertumbuhan ekonomi 5,01 persen, pemerintah menetapkan target pertumbuhan sebesar 5,7 persen, dan kenyataannya pertumbuhan ekonomi hingga Q3 2015 hanya 4,71 persen saja.

Saya memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2016 masih akan menghadapi tantangan berat untuk dapat mencapai target pertumbuhan tersebut. Pertama, harga komoditas khususnya batubara, karet dan minyak sawit yang menjadi andalan ekspor Indonesia masih belum dapat bangkit kembali, bahkan kemungkinan besar masih akan turun pada tahun 2016.

Pada 21 Desember 2015 harga minyak mentah mencapai titik terendah sejak 11 tahun terakhir, sejak 2004, jauh lebih rendah dari tahun 2008 ketika krisis global melanda dunia. Harga minyak mentah Brent sempat menyentuh USD 36.05 per barel, yang mana merupakan harga terendah sejak Juli 2004.

Harga batubara, karet dan minyak sawit diperkirakan dapat mengikuti tren penurunan harga minyak mentah tersebut di atas, dan dapat anjlok hingga mencapai harga terendah baru, lebih rendah dari harga tahun 2004, 2003, bahkan 2002. Artinya, harga komoditas batubara, karet dan minyak sawit menurut saya belum mencapai bottom, dan masih dapat turun, seiring dengan penerapan kebijakan moneter yang semakin ketat oleh the FED, bank sentral Amerika Serikat.

Sebagai contoh, harga karet rata-rata bulanan pada November 2015 sebesar 55 dollar AS per pound, hanya sedikit lebih tinggi dari harga rata-rata bulanan pada tahun 2003 yang berada dikisaran 40 - 50 dollar AS per pound. Bukan tidak mungkin harga karet akan turun lagi menjadi lebih rendah dari 40 dollar AS per pound. Lihat Gambar 5. Begitu juga dengan harga minyak sawit dan batubara, kemungkinan besar masih akan turun pada tahun 2016 untuk mencapai titik terendah baru. Lihat Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 5: Harga Rerata Bulanan Karet Agustus 2000 – November 2015
Gambar 6: Harga Rerata Bulanan Minyak Sawit Agustus 2000 – November 2015
Gambar 7: Harga Rerata Bulanan Batubara Agustus 2000 – November 2015
Penurunan harga komoditas lebih lanjut akan membuat produksi turun, dan ekspor juga turun, dan pada gilirannya dapat mengakibatkan banyak perusahaan (dan petani) bangkrut.

Selanjutnya, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan segera berlaku pada awal 2016 merupakan tantangan besar bagi perekonomian Indonesia. Dapatkah Indonesia bersaing dengan negara-negara ASEAN-6 (Singapura, Malaysia, Philippines, Thailand, Vietnam, Indonesia) untuk menarik investasi global khususnya di sektor manufaktur? Dapatkah produk Indonesia bersaing di pasar bebas ASEAN maupun di pasar internasional? Untuk tahun 2016, saya kira Indonesia masih sulit bersaing di pasar bersama ASEAN: ekspor akan turun, impor akan meningkat, investasi juga akan tertekan. Pertumbuhan ekonomi akan melemah. Neraca perdagangan dapat mengalami defisit lagi, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan terdepresiasi menuju rekor terendah lagi pada 2016. Artinya, kurs rupiah bisa saja mencapai Rp 15.000, bahkan Rp 16.000 per dollar AS kalau prediksi di atas terjadi.

Ringkasan
Pertumbuhan ekonomi pada Q4 2015 kemungkinan besar akan leih rendah dari kuartal-kuartal sebelumnya, karena ekspor semakin anjlok, impor mulai menggeliat, belanja pemerintah turun karena  pemerintah kehabisan dana yang disebabkan realisasi penerimaan pajak jauh di bawah target.

Pertumbuhan ekonomi 2016 akan menghadapi tantangan yang cukup berat, dan saya perkirakan target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen sulit tercapai, seperti yang sudah terjadi beberapa tahun belakangan ini di mana realisasi pertumbuhan ekonomi jauh di bawah target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah di APBN. Harga komoditas masih akan tertekan, serta Investasi dan Ekspor-Impor akan memburuk seiring memasuki tahun mulainya MEA.

Saya perkirakan pertumbuhan ekonomi 2016 akan lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2015, kemungkinan besar di bawah 4,3 persen, mudah-mudahan tidak lebih rendah dari 3,8 persen.

--- 000 ---

Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial