1 Februari 2015: Pertamax Plus Indonesia 53 Persen Lebih Mahal Dari Malaysia


Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Malaysia per 1 Februari 2015 turun cukup signifikan dari harga sebelumnya (per 1 Januari 2015). BBM jenis Petrol RON95 (setara pertamax plus di Indonesia) turun 21 sen menjadi MYR 1,70 per liter, atau setara Rp 5.899 per liter (menggunakan kurs tengah Bank Indonesia per 30 Januari 2015: Rp 3.470 per ringgit Malaysia). Lihat tabel di bawah ini.

Harga BBM di Malaysia ini jauh lebih rendah dari harga BBM sejenis di Indonesia. Per 1 Februari 2015 harga BBM di Indonesia tidak mengalami perubahan. Harga pertamax plus masih tetap sama, yaitu Rp 9.050 per liter, atau 53 persen lebih mahal dari harga BBM sejenis di Malaysia.

Harga BBM yang sangat tinggi di Indonesia ini pasti menghasilkan laba yang sangat luar biasa besarnya. Pemerintah sebelumnya pernah mengatakan akan membatasi marjin laba pelaku usaha hilir (distribusi BBM) antara 5 persen – 10 persen saja. Tetapi, melihat perbedaan harga yang begitu besar, dapat dipastikan marjin laba pelaku usaha distribusi BBM di Indonesia jauh di atas patokan pemerintah tersebut.

Mengapa terjadi perbedaan harga yang sangat besar antara Malaysia dan Indonesia? Karena pemerintah Malaysia benar-benar mengatur harga eceran BBM secara efektif dan demi kepentingan umum (baca: rakyat). Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Bahkan dibanding dengan harga bensin premium di Indonesia, harga pertamax plus di Malaysia masih jauh lebih murah: Rp 6.700 per liter versus Rp 5.899 per liter. Artinya, harga bensin premium Indonesia 13,5 persen lebih mahal dari harga pertamax plus Malaysia!

Dengan demikian, rakyat patut bertanya, masih adakah keberpihakan pemerintah pada rakyat? Nampaknya keberpihakan ini semakin kabur, semakin tidak jelas, dan hanya ilusi saja.


-- 000 ---

Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial