Solusi Mengatasi Ketahanan Pangan, Impor Pangan, Ketimpangan, dan Kemiskinan

Perekonomian Indonesia terus memburuk dalam sepuluh tahun terakhir ini. Impor pangan semakin tidak terkendali sehingga dikhawatirkan mengganggu ketahanan pangan nasional, yaitu ketergantungan bahan pangan dari luar negeri. Masyarakat kini juga terbiasa dengan fluktuasi harga pangan yang naik dan turun bagaikan permainan yoyo. Ketimpangan pendapatan semakin melebar yang tercermin dari indeks GINI yang naik dari 0,33 menjadi 0,41. Indeks GINI yang semakin besar menandakan ketimpangan sosial juga semakin besar. Dan, yang lebih mengkhawatirkan lagi, masyarakat miskin bahkan kini menjadi lebih miskin, khususnya masyarakat petani.

Mengenali Akar Permasalahan
Permasalahan ketahanan pangan, impor pangan, ketimpangan, dan kemiskinan dapat bersumber pada satu akar permasalahan yang sama dan saling terkait. Banyak alternatif solusi ditawarkan oleh berbagai pihak. Salah satu usulan solusi yang populer adalah reformasi agraria di mana para petani diberi kepemilikan lahan yang lebih luas untuk meningkatkan produksi. Sekilas, solusi ini mengandung kebenaran. Tetapi, apakah benar reformasi agraria akan memecahkan permasalahan utama di atas: ketahanan pangan, impor pangan, ketimpangan, dan kemiskinan? Apakah benar, kekurangan produksi pangan kita disebabkan oleh kekurangan lahan pertanian? Dan, apa yang menyebabkan lahan pertanian kita berkurang?

Menurut saya, berkurangnya lahan pertanian bukan merupakan penyebab berkurangnya produksi pangan yang kemudian memicu terjadinya impor pangan. Tetapi, berkurangnya lahan pertanian lebih merupakan akibat dari tata kelola pertanian yang amburadul sehingga bertani menjadi tidak menarik karena tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup para petani, di mana kemudian memicu peralihan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan industri atau perumahan (daripada lahan tersebut tidak produktif). Khususnya untuk beberapa komoditas pangan di mana jumlah lahan nampaknya bukan merupakan permasalahan utama anjloknya produksi pangan selama ini. Karena, menurut data Kementerian Pertanian, produksi beberapa komoditas pangan utama tahun 2013 mengalami surplus, antara lain: beras surplus 5,4 juta ton, jagung surplus 4,1 juta ton, bawang merah surplus 84 ribu ton, cabai besar surplus 187,9 ribu ton, daging unggas dan telur masing-masing surplus 419,8 ribu ton dan 54,6 ribu ton. (Meskipun banyak pihak yang meragukan data statistik tersebut.)

Kalau lahan pertanian bukan penyebab utama anjloknya produksi, maka penyebabnya hanya satu, yaitu harga. Berdasarkan hukum ekonomi, apabila harga rendah maka supply akan anjlok.

Gambar 1 di bawah ini menggambarkan tipikal kurva supply dan demand komoditas pangan. Gambar 1.A menggambarkan kondisi di mana jumlah lahan terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan permintaan, dan kemudian memicu terjadinya impor. Pada kondisi ini, impor dipicu oleh keterbatasan produksi pangan karena keterbatasan lahan produksi.

Sedangkan Gambar 1.B menggambarkan kondisi di mana harga pangan yang ditetapkan (dikendalikan) oleh pemerintah sebesar Pcontrol jauh di bawah harga yang diinginkan oleh petani untuk memenuhi permintaan sebanyak Qd. Untuk harga sebesar Pcontrol, petani hanya mau produksi sebesar Qs. Alhasil, produksi Qs akan jauh di bawah permintaan Qd sehingga memicu impor sebesar Qd dikurangi Qs. Pada kondisi ini, impor dipicu oleh harga yang ditetapkan pemerintah terlalu rendah sehingga petani tidak tertarik menanam komoditas pangan tersebut, dan beralih ke tanaman pangan lainnya yang dianggap lebih menguntungkan. Jadi, pemicu terjadinya impor pada kondisi di gambar 1A dan 1B berbeda. Oleh karena itu, solusinya juga berbeda.


Subsidi Meningkatkan Produksi
Pada dasarnya, permasalahan keterbatasan lahan hanya berlaku pada tingkat agregat (makro ekonomi), tetapi tidak pada tingkat sektoral (mikro ekonomi), kecuali terkait keterbatasan lahan karena iklim. Untuk tingkat sektoral, jumlah lahan akan meningkat atau menyusut mengikuti mekanisme harga. Apabila harga cukup tinggi dan menarik bagi petani, maka produksi akan meningkat (dan akan terjadi peralihan lahan produksi dari komoditas pangan yang tidak menguntungkan ke komoditas pangan yang menguntungkan). Sebaliknya, meskipun jumlah lahan produksi sangat luas, tetapi, apabila pemerintah menetapkan harga pada tingkat yang cukup rendah dan tidak menarik bagi petani, maka produksi akan anjlok (dan jumlah lahan produksi akan menyusut karena dialihkan ke tanaman pangan lain yang lebih menguntungkan). Tentu saja hal ini hanya berlaku bagi lahan yang bisa ditanami berbagai komoditas pangan (substitusi).

Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi pangan nasional maka pemerintah harus menaikkan harga pangan ke tingkat yang menarik bagi petani: semakin tinggi harga maka semakin tinggi produksi. Apabila secara politis pemerintah tidak dapat membebankan kenaikan harga kepada kosumen, maka pemerintah harus membayar selisihnya dalam bentuk subsidi. Lihat Gambar 2.

Kenaikan harga di tingkat petani niscaya akan membuat produksi pangan naik, impor pangan turun, ketimpangan sosial menyempit, dan kesejahteraan petani meningkat.

Ketahanan Pangan dan Badan Stabilisator Harga
Produksi komoditas pangan tergantung dari cuaca dan mengandung risiko gagal panen (serangan hama dan sebagainya). Apabila ini terjadi, maka gangguan produksi akan membuat harga pangan melonjak drastis. Untuk menghindari hal ini, maka diperlukan persediaan pangan yang cukup untuk menutupi risiko gagal panen. Oleh karena itu, tata kelola persediaan pangan menjadi bagian penting dari program ketahanan pangan, sehingga peningkatan dan penurunan produksi tidak membuat harga berfluktuasi seperti yoyo. Untuk itu, pemerintah harus melimpahkan tugas penting ini ke satu badan, misalnya Bulog (Badan Urusan Logistik) yang diperluas menjadi Badan ketahanan Pangan. Selain mempunyai misi khusus untuk mencukupi kebutuhan permintaan domestik dari produksi dalam negeri (swasembada), salah satu tugas penting lainnya adalah sebagai stabilisator harga melalui pengendalian supply dan demand serta tata kelola persediaan. sehinggaa, panen raya tidak membuat harga anjlok dan gagal panen tidak menyebabkan harga melonjak.

Semoga Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani bukan hanya ilusi saja.

--- 000 ---

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial