Akankah Sejarah Berulang Lagi?

Menjelang berakhirnya sepuluh tahun berkuasa, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang dikenal dengan sapaan SBY, menjadi pusat sasaran kritik dan kekecewaan masyarakat luas, termasuk pengamat ekonomi, pengamat sosial, pengamat politik, serta kalangan media, khususnya terkait program pembangunan ekonomi yang dijalankannya yang dianggap banyak pihak telah mengalami kegagalan dalam memerangi kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan sosial (ketimpangan).

Tajuk Rencana di Harian Kompas (halaman 6) pada 4 April 2014 menurunkan tulisan dengan judul “Ketimpangan dan Ironi Pembangunan” yang pada intinya menyoroti kegagalan pembangunan ekonomi kita selama 10 tahun terakhir ini. Bahkan di dalam Tajuk Rencana tersebut dikatakan dengan tegas strategi pembangunan pemerintah yang dikenal dengan pro growth, pro poor, pro job hanya slogan belaka.

Sangat ironis sekali. Gegap gempita pujian dan pujaan, serta harapan besar pada 10 tahun yang lalu kini berubah drastis menjadi kritikan pedas, kekecewaan, bahkan cacian.

Tahun 2004, capres SBY ketika itu sangat dipuji dan dipuja oleh masyarakat Indonesia. Harapan besar bangsa Indonesia digantungkan dipundaknya. Partai Demokrat yang merupakan partai baru ketika itu membuat kejutan menjadi pemenang nomor lima dengan memperoleh suara 7,45%. Pada putaran pertama pemilihan presiden, capres SBY kembali membuat kejutan dengan perolehan suara tertinggi, yaitu 33,57%, diikuti oleh Pejabat Petahana (incumbent) ketika itu, Presiden Megawati Sukarnoputri, dengan perolehan suara 26,61%. Pada putaran kedua, capres SBY akhirnya memenangi pemilihan presiden dengan perolehan suara 60,62%.

Tahun 2009 prestasi Partai Demokrat dan SBY bahkan lebih fenomenal lagi. Partai Demokrat menjadi pemenang nomor satu pada pemilihan legislatif 2009 dengan perolehan suara 20,85%, dan Presiden SBY kembali terpilih menjadi Presiden untuk kedua kalinya hanya pada satu putaran pemilihan saja, dengan perolehan suara 60,80%.

Namun, hal tersebut tinggal memori saja. Kini, Presiden SBY harus rela menuai banyak kritikan, bahkan cacian, karena pencapaian ekonomi selama 10 tahun terakhir ini dinilai mengalami kemunduran yang sangat serius, seperti dikatakan di Tajuk Rencana Harian Kompas di atas.

Tahun ini kita disibukkan lagi dengan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang akan segera berlangsung. Seperti tahun 2004, rising star akan muncul, dipuja dan dipuji. Akankah sejarah berulang lagi: the rising star dipuja dan dipuji, untuk kemudian dicaci? Kita semua tidak mengharapkan hal itu terjadi. Semoga saja janji tidak hanya menjadi slogan belaka.

--- 000 ---


Comments

Popular posts from this blog

Ini Alasannya Mengapa Petani Menjadi Miskin Dalam Jangka Panjang

Realisasi dan Target Penerimaan Pajak 2015 dan 2016: tersandung di lubang yang sama?

Peran Perpajakan Sebagai Instrumen Redistribusi Pendapatan untuk Mengurangi Kesenjangan Sosial